Lompat ke konten

Apa itu Playing Victim dalam Hubungan? Ini Bedanya dengan Manipulatif!

pria dan wanita saling menunjuk

Pernahkah Anda dibuat merasa bersalah atas kesalahan yang tidak Anda lakukan? Beberapa di antara kita mungkin pernah atau justru sering mengalami ini. Bahkan ada juga yang menganggap hal ini adalah sesuatu yang biasa. Tahukah Anda, meskipun hal ini umum terjadi, namun perilaku menyalahkan orang lain atas kesalahan diri sendiri tidak seharusnya dilakukan, apalagi dalam sebuah hubungan. 

Bahkan, perilaku playing victim bisa dilihat sebagai salah satu tanda toxic relationship atau red flag dalam hubungan. Sebab, perilaku ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi korban maupun pelaku dalam hubungan tersebut. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa itu playing victim dalam hubungan dan cara menghadapi orang dengan perilaku tersebut, yuk simak penjelasanya di uraian berikut ini!

Pengertian Playing Victim

Playing victim adalah kondisi di mana seseorang selalu memposisikan dirinya sebagai seorang korban, bahkan meskipun saat ia bersalah. Dilansir dari Psychology Today, umumnya orang dengan victim mentality cenderung suka mencari perhatian, menimbulkan rasa bersalah pada orang lain, serta menghindari tanggung jawab.

Misalnya, ia akan merasa bahwa hidupnya lebih sulit daripada orang lain, lalu membuat orang lain atau pendengar merasa kasihan. Setelah rasa kasihan atau bersalah muncul, orang dengan victim mentality akan menggunakan empati pendengar, lawan bicara, atau pasangannya untuk mengeksploitasi kebaikannya. 

Ciri-Ciri Playing Victim dalam Hubungan

Umumnya terdapat beberapa ciri-ciri yang biasanya muncul saat seseorang melakukan playing victim di sebuah hubungan, di antaranya seperti:

1. Tidak mau mengakui kesalahan

Alih-alih mengakui kesalahan yang diperbuat dan belajar dari hal tersebut, seseorang dengan victim mentality atau mentalitas korban umumnya akan cenderung menghindari tanggung jawab dan tidak mau mengakui kesalahan. Padahal, seharusnya kesalahan yang diperbuat bisa menjadi ladang evaluasi untuk hubungan tersebut ke depannya. Dengan begitu, mereka bisa makin memahami dan menjadi pasangan yang lebih baik lagi di masa depan.

2. Sering menyalahkan orang lain

Saat Anda memiliki pasangan dengan victim mentality, umumnya ia akan banyak menyalahkan dan merasa bahwa hanya ia yang berjuang dalam hubungan tersebut. Selain itu, ia juga terus menerus merasa insecure dan membandingkan dirinya dengan orang lain.

3. Membuat Anda merasa bertanggung jawab atas kebahagiaannya

Selanjutnya, seseorang dengan victim mentality juga akan merasa kesulitan untuk bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri. Mereka percaya bahwa itu tugas orang lain untuk membuat mereka bahagia. Alhasil, Anda akan terjebak dalam hubungan yang hanya berorientasi padanya.

Berada dalam hubungan seperti ini bisa menguras tenaga secara cepat atau lambat, sebab Anda akan terus mengutamakan kebahagiaan mereka terlepas dari ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Padahal, bukankah seharusnya kita bisa saling memahami dan membahagiakan satu sama lain saat berada dalam sebuah hubungan?

4. Sulit memaafkan kesalahan

Ciri-ciri playing victim yang selanjutnya adalah sulit memaafkan kesalahan. Jadi, alih-alih memaafkan, orang dengan victim mentality akan menyimpan rasa sakit tersebut dalam memori mereka dan diungkit lagi di kemudian hari. Padahal, saat ia yang berbuat kesalahan, ia akan cenderung melemparkan kesalahannya pada Anda sehingga membuat Anda seolah-olah bersalah. 

5. Tidak mau mencari solusi

Pasangan yang suka playing victim juga biasanya tidak menunjukkan minat untuk mencari solusi saat ada masalah. Jadi, saat hal buruk terjadi, mereka lebih suka menyalahkan keadaan dan menyerah daripada mencari alternatif atau solusi dari masalah tersebut.  

Penyebab Playing Victim

Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab playing victim, di antaranya adalah:

1. Trauma masa lalu

Dilansir dari WebMD, salah satu hal yang bisa menjadi penyebab victim mentality adalah trauma masa lalu. Sebab, saat seseorang memiliki trauma masa lalu, secara tidak sadar mereka akan selalu mencari validasi dan bantuan dari orang lain. Inilah mengapa, mereka akan selalu berfikir diri mereka perlu dikasihani secara terus menerus.

2. Pengkhianatan

Selain trauma, dikhianati secara berulang-ulang juga dapat membuat seseorang memiliki victim mentality dan sulit untuk mempercayai siapa pun. 

Perbedaan Playing Victim dan Manipulatif

wanita berteriak kepada pria di depannya

Sekilas, perilaku playing victim memang terlihat sama dengan sikap manipulatif. Sebab, kedua perilaku ini sama-sama menunjukkan sikap “pura-pura”. Namun, jika dilihat lebih spesifik, sebenarnya kedua sikap ini memiliki setitik perbedaan, yakni:

1. Manipulatif

Manipulatif adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang individu untuk memengaruhi emosi atau mental orang lain agar akhirnya bisa dikendalikan dan dimanfaatkan. Hampir mirip dengan playing victim, orang yang manipulatif juga pintar untuk memainkan perasaan lawan bicara atau orang lain.

Mereka juga cenderung suka membolak-balikkan fakta dan menyampaikan kebohongan yang dapat membingungkan orang lain dan membuat lawan bicara merasa bersalah.

2. Playing Victim

Playing victim adalah perilaku individu yang meyakini diri mereka sebagai korban. Karena memposisikan diri sebagai korban, maka pelaku playing victim biasanya cenderung suka melemparkan kesalahan pada orang lain dan bersikap manipulatif. 

Contohnya, jika pasangan Anda terlambat pergi ke kantor karena lupa memasang alarm, maka itu salah Anda karena tidak membangunkan. Atau, jika ia merasa sedih seharian, maka itu adalah salah Anda karena tidak bisa menghiburnya. 

Jadi, bisa dikatakan bahawa manipulatif merupakan salah satu ciri-ciri yang terdapat di dalam perilaku playing victim. 

Cara Menghadapi Orang Playing Victim

Nah, jika Anda memiliki pasangan yang suka melakukan playing victim, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, seperti:

1. Dengarkan mereka

Sebagai seorang pasangan, Anda harus mengerti bahwa berdebat dengan orang yang memiliki victim mentality atau mentalitas korban tidak akan menyelesaikan masalah. Sebab, mereka selalu yakin bahwa apa yang mereka yakini adalah benar. 

Dalam hal ini, hal terbaik yang bisa Anda lakukan adalah mendengarkan mereka, namun jangan selalu setuju dengan sentimen mereka. Jadi, kita bisa menyampaikan empati kita atas perasaan mereka, namun, sampaikan juga kebenarannya secara halus.

2. Bantu mereka untuk mengambil tanggung jawab

Umumnya, seseorang dengan victim mentality akan cenderung lari dari tanggung jawab. Inilah mengapa, sebagai seorang pasangan, kita perlu membantu mereka untuk bertanggung jawab, paling tidak terhadap kebahagiaan dan tindakan mereka sendiri. 

Sebagai langkah kecil, Anda bisa mulai mengajak mereka untuk mengenali pikiran-pikiran negatif yang ada di dalam pikiran mereka. Setelah itu, ajak mereka untuk mengambil langkah konsisten untuk melawan pikiran-pikiran tersebut, misalnya dengan menuliskan afirmasi positif dalam jurnal harian.

3. Bantu mereka untuk mencintai diri sendiri

Cara selanjutnya adalah dengan membantu mereka mencintai diri sendiri. Sebab, victim mentality bisa semakin buruk saat seseorang tidak menyukai diri mereka sendiri. Inilah mengapa, sebagai pasangan, Anda berperan penting untuk mengajak mereka lebih mencintai diri sendiri.

Anda bisa mulai dari hal-hal sederhana seperti mengajak mereka melakukan perawatan diri. Contohnya seperti mengingatkan untuk makan dengan teratur, cukup tidur, melakukan afirmasi positif, dan meditasi. Meskipun sederhana, namun hal-hal di atas dapat berpengaruh baik untuk mengurangi pikiran negatif mereka. 

Cara Mengatasi Perilaku Playing Victim

Sebenarnya, perilaku playing victim adalah sikap yang didapat karena pengaruh lingkungan. Artinya, seseorang tidak secara natural terlahir dengan victim mentality. Seperti dalam penjelasan sebelumnya, victim mentality bisa didapat karena trauma atau pengkhianatan yang dialami di masa lalu. 

Jadi, jika Anda atau pasangan memiliki victim mentality, disarankan untuk membicarakan hal tersebut dengan tenaga profesional agar trauma tersebut dapat diobati. Sebab, selain menyebabkan seseorang melakukan playing victim, trauma yang tidak diobati juga dapat menyebabkan masalah lain yang lebih serius seperti depresi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *