Lompat ke konten

Apa itu Depresi Postpartum dan Bedanya dengan Baby Blues

Depresi postpartum

Tahukah Anda, jika proses melahirkan si kecil ke dunia tidak hanya akan mengakibatkan rasa senang, lega dan bahagia bagi seorang ibu, tetapi juga bisa memancing rasa sedih dan khawatir bagi ibu tersebut? Yup, munculnya rasa sedih dan kecewa serta emosi-emosi negatif lainnya pasca persalinan seringkali disebut dengan baby blues dan depresi postpartum. 

Meskipun sama-sama merupakan kumpulan emosi negatif yang muncul pasca persalinan, namun kedua penyakit mental ini adalah dua hal yang berbeda. Ketahui perbedaannya dengan membaca artikel berikut ini:

Apa itu Depresi Postpartum?

Depresi postpartum atau postpartum depression adalah jenis depresi yang terjadi setelah proses melahirkan. Meskipun bisa dialami oleh pria juga, namun depresi ini cenderung lebih banyak dialami oleh wanita. Menurut The Office on Women’s Health (OWH) 1 dari 8 orang wanita (sekitar 12,5%) mengalami gejala depresi postpartum pasca melahirkan. 

Meskipun dapat terjadi kapan saja kepada siapa saja, namun menurut Mughal, dkk terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang kemungkinan lebih besar terkena depresi ini. Faktor risiko tersebut adalah:

  1. Faktor psikologis, seperti riwayat mengalami depresi, riwayat mengalami premenstrual syndrome (PMS), kurang puas dengan gender bayi tersebut, pengalaman mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan lain sebagainya. 
  2. Risiko kesehatan dan kehamilan. Berbagai risiko kesehatan dan kehamilan dapat menyebabkan seorang ibu terkena depresi ini. Hal ini mulai dari masalah genetik (turunan), perubahan hormon selama hamil dan melahirkan, melahirkan dengan sesar hingga kondisi kesehatan yang menyertai proses kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan seorang ibu terkena depresi ini.
  3. Faktor sosial.  Gejala depresi postpartum bisa berkembang lama setelah melahirkan. Salah satunya disebabkan oleh adanya faktor sosial yang bisa membuat depresi ini semakin parah baik itu sebelum proses persalinan, maupun setelah proses tersebut. Faktor sosial ini, seperti kurangnya dukungan orang sekitar terhadap ibu dan bayi, melahirkan di bawah usia 20 tahun dan lain sebagainya. 
  4. Gaya hidup. Banyak aspek dalam gaya hidup yang bisa menjadi faktor seseorang terkena depresi postpartum. Termasuk diantaranya adalah kebiasaan makan, kebiasaan tidur, kebiasaan merokok sebelum maupun ketika kehamilan, kurang olahraga dan lain sebagainya. 

Secara garis besar, penyebab seorang ibu mengalami depresi ini belum bisa dipastikan. Namun, kemungkinan besar kombinasi berbagai faktor risiko di atas secara bersamaan dapat menyebabkan adanya depresi ini. 

Gejala Depresi Postpartum

Gejala depresi postpartum dapat dialami oleh seorang ibu yang baru melahirkan setelah 2 atau 3 minggu setelah proses persalinan. Sebagaimana dilansir dari Mayo Clinic, Beberapa diantara gejala tersebut, seperti:

  • Perubahan mood yang ekstrim. 
  • Terlalu sering menangis. 
  • Susah membangun hubungan emosional dengan bayi yang baru dilahirkan. 
  • Lebih sering menyendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman. 
  • Susah makan atau makan lebih banyak dibandingkan biasanya. 
  • Susah tidur (insomnia) atau tidur berlebihan. 
  • Kelelahan yang berlebihan dan hilang energi sama sekali. 
  • Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang biasanya Anda sukai. 
  • Marah berlebihan. 
  • Rasa takut  tidak akan menjadi ibu yang baik secara berlebihan. 
  • Kehilangan harapan. 
  • Merasa tidak berguna, malu, tidak enakan yang berlebihan. 
  • Susah berpikir jernih, susah fokus dan berkonsentrasi dan susah mengambil keputusan. 
  • Susah beristirahat. 
  • Khawatir berlebihan dan sering terlihat panik (panic attack). 
  • Adanya pemikiran untuk menyakiti diri sendiri maupun bayi. 

Dampak Depresi Postpartum

Depresi postpartum tidak hanya akan berdampak pada ibu yang melahirkan, tetapi juga pasangannya, orang tuanya dan bahkan pada bayi itu sendiri. Adanya depresi ini dalam diri seorang ibu akan membuatnya kesulitan untuk membangun ikatan dengan bayinya. Bahkan dalam beberapa kasus, depresi ini dapat menyebabkan ibu tersebut memiliki keinginan untuk membunuh dirinya sendiri atau membunuh bayinya. 

Depresi postpartum dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat. Oleh karena itu, ketika Anda mengalami berbagai gejala di atas, pastikan Anda segera berkonsultasi dengan psikolog terdekat. Jadi, Anda tidak perlu ragu dan takut untuk menghubungi psikolog ketika mengalami berbagai gejala tersebut. 

Perbedaan Depresi Postpartum dan Baby Blues

Secara garis besar, perbedaan utama antara depresi postpartum dan baby blues adalah tingkat keparahan gejala dan durasi gejala tersebut. Dalam baby blues syndrome, perubahan mood bisa jadi tidak terlalu ekstrim atau hanya terjadi selama 2-3 hari hingga 2 minggu pasca melahirkan. Di sisi lain, mood swings sebagai gejala depresi postpartum  bisa terjadi dalam periode yang lebih lama dari 2 minggu dan bahkan bisa tahunan. 

Tidak jarang, sindrom baby blues juga akan hilang dengan sendirinya dalam kurun waktu 3-5 hari setelah pertama kali muncul. Adapun depresi postpartum umumnya tidak bisa hilang dengan sendirinya. Dibutuhkan bantuan psikolog, obat-obatan dan tentunya dukungan dari orang-orang sekitar dalam waktu yang lebih lama untuk mengatasi depresi ini. 

Cara Mengatasi Depresi Postpartum

Sekali lagi, depresi postpartum dapat disembuhkan. Hanya saja memang prosesnya bisa jadi lebih lama dibandingkan dengan baby blues. Berikut ini beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi depresi ini:

1. Konsultasi ke psikolog

Hal pertama yang perlu Anda lakukan jika gejala-gejala depresi ini tidak hilang dalam waktu 2 minggu pasca melahirkan adalah pergi ke tenaga profesional baik itu psikolog maupun psikiater. Tenaga profesional ini akan membantu Anda mengatasi depresi ini dengan cara melakukan terapi atau memberikan resep obat. 

Saat ini sudah banyak layanan psikolog dan psikiater yang dapat diakses secara online. Dengan demikian, Anda tidak perlu kebingungan lagi. 

2. Membangun gaya hidup sehat

Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu faktor risiko terkena depresi ini adalah karena gaya hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu, untuk mengatasinya, Anda juga perlu membangun gaya hidup yang sehat, seperti makan makanan bergizi, memiliki jam tidur yang cukup, rutin berolahraga dan lain sebagainya. 

3. Membangun kerjasama dengan pasangan dan orang sekitar

Membangun gaya hidup yang sehat setelah melahirkan rasanya akan susah terjadi jika Anda tidak bekerja sama dengan suami maupun orang sekitar. Sebab tidak dapat dipungkiri kalau bayi yang baru lahir akan bangun dan menangis di malam hari dan mengganggu jam tidur Anda dan pada akhirnya membuat Anda lebih stres. Maka dari itu, pastikan Anda membangun kerjasama yang baik dengan pasangan dan orang sekitar baik sebelum maupun sesudah persalinan untuk mencegah depresi ini terjadi. 

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh seorang suami ketika istrinya menghadapi depresi ini? Jawabannya adalah suami diminta untuk terus mendorong si istri untuk pergi ke psikolog, memberikan dukungan fisik dan emosional, serta selalu hadir saat dibutuhkan baik oleh si ibu maupun si kecil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *