Lompat ke konten

Mengenal Oversharenting dan Mengapa Harus Dihindari

Oversharenting

Setiap orang tua pasti bahagia melihat perkembangan buah hatinya, sehingga berusaha mengabadikan momen tersebut. Cara orang tua zaman dulu mengabadikan momen tumbuh kembang buah hatinya melalui kamera lalu ditempel di album foto. Sedangkan zaman sekarang, cukup melalui kamera HP kemudian dibagikan sekaligus disimpan di akun sosial media.

Membagikan momen anak lewat sosial media sebenarnya boleh saja, akan tetapi usahakan tidak sampai oversharenting. Cari tahu apa itu oversharenting dan mengapa perlu menghindari kebiasaan ini.

Mengenal Oversharenting

Oversharenting terdiri dari gabungan dua kata, yaitu oversharing dan parenting. Oversharing adalah kegiatan membagikan segala informasi ke internet khususnya sosial media secara berlebihan. Sedangkan parenting artinya pengasuhan anak atau bisa juga diartikan sebagai orang yang menjalankan aktivitasnya sebagai orang tua.

Jika digabungkan, pengertian oversharenting adalah kegiatan membagikan momen maupun informasi tentang anak-anaknya ke sosial media secara berlebihan dalam bentuk dokumentasi digital, baik foto maupun video. Kebiasaan ini mulai banyak dilakukan, terutama oleh orang tua milenial (masa kini).

Membagikan momen bersama si buah hati dan keluarga ke sosial media sangat praktis dan tidak terlalu berdampak besar pada penyimpanan. Meskipun begitu, sharenting atau oversharenting dampaknya berbeda-beda pada setiap orang yang mana jika melakukannya secara berlebihan bisa sangat berbahaya.

Ciri-ciri Oversharenting

Tidak semua orang tua yang membagikan momen perkembangan buah hatinya di sosial media disebut oversharenting. Ketahuilah bagaimana ciri-ciri oversharenting berikut yang membuatnya dianggap berlebihan.

1. Emosinya cenderung tak stabil

Ciri-ciri oversharenting yang pertama tapi banyak dialami, yaitu emosinya cenderung tidak stabil. Biasanya mereka merasa tidak terima ketika dirinya dianggap berlebihan perihal membagikan kehidupan anaknya. 

Menurutnya, media sosial itu adalah miliknya. Sehingga orang lain tak perlu ikut campur mengaturnya dalam bermedia sosial. Kebanyakan bahkan merasa enggan dinasehati lalu merasa selalu benar.

2. Membagikan konten anak tanpa dipilah

Pelaku oversharenting (atau bisa disebut sharent) seringkali membagikan konten anaknya tanpa dipilah. Setiap momen dibagikannya tanpa memikirkan dampak yang terjadi ke depannya, entah itu saat si kecil sedang menangis, masa-masa tantrum, maupun kondisi tanpa pakaian lengkap sekalipun.

Bukan hanya anaknya sendiri, tak jarang sharent berbagi momen dirinya sejak mulai masa USG, kehamilan, melahirkan, maupun masa membesarkan anak. Kebanyakan sharent bahkan tidak memilah konten yang pantas untuk diposting. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi sang ibu maupun buah hatinya di masa depan.

3. Kamera selalu siap sedia untuk menangkap momen buah hatinya

Ciri-ciri oversharenting lainnya, yaitu selalu standby memegang kamera demi menangkap momen buah hatinya. Kamera HP hampir tak pernah lepas dari seorang sharent, contohnya untuk mengabadikan momen ketika anaknya menangis, makan, bermain, membuat ekspresi lucu, dan sebagainya.

Boleh-boleh saja sebenarnya mengabadikan tingkah laku anak ketika sedang dalam masa pertumbuhan. Meskipun demikian, kebiasaan seperti ini menjadi tidak baik apabila si kecil sedang tantrum ataupun membuat ulah di publik, tetapi ibunya malah terlalu sibuk memegang kamera demi mendapatkan konten sosmed.

Ketika mempostingnya di akun sosmed kemudian memperoleh engagement tinggi, sharent justru lebih semangat berbagai kehidupan anaknya lagi. Ini tentunya tidak baik karena malah menjadi orang tua yang terlalu mementingkan kehidupan dunia maya dibandingkan dunia nyatanya.

4. Isi konten sosial media kebanyakan tentang buah hatinya

Kebanyakan yang sudah memiliki anak, wajar saja lebih banyak berbagi momen tentang keluarga maupun buah hatinya. Akan tetapi, isi konten sharent kebanyakan soal anaknya sendiri dibandingkan konten soal dirinya maupun lainnya. 

Sharent bahkan bisa memposting belasan konten dalam sehari untuk menunjukkan kehidupan sehari-harinya perihal mengasuh anak. Ini dilakukan baik lewat video, foto, maupun fitur story 24 jam.

5. Interaksinya di media sosial bersama anak tidak selalu sama dengan kenyataannya

Seperti banyak dikatakan bahwa tidak semua postingan sosial media itu nyata adanya, bisa jadi berbanding terbalik dengan kehidupan pribadi. Begitupun momen seputar buah hatinya yang dibagikan oleh sharent, belum tentu ia mempunyai interaksi sebaik yang ditampilkan di sosmed.

Orang tua dengan kebiasaan oversharenting terlalu sibuk dengan gawai sampai-sampai lupa membangun ikatan bersama darah dagingnya sendiri. Baginya, mengabadikan momen jauh lebih penting daripada interaksi langsung.

Dampak Oversharenting pada Anak

Oversharenting pengaruhnya berbeda-beda. Tapi ketahuilah betapa berbahayanya dampak oversharenting pada anak.

1. Melanggar privasi anak

Mengabadikan tingkah lucu si kecil boleh dilakukan, asalkan secukupnya saja dan tidak berlebihan. Tetapi jika sudah oversharenting dapat melanggar privasi anak.

Tidak semua anak senang disorot kamera, apalagi jika terlalu sering. Hal tersebut membuatnya terganggu, bahkan merasa malu karena hak privasi mereka dilanggar. Ia merasa tidak nyaman karena kehidupan pribadinya terekspos atau dilihat banyak orang di dunia maya.

2. Menjadi sasaran cyberbullying

Dampak oversharenting pada anak dikhawatirkan membuatnya menjadi sasaran cyberbullying. Kita tidak bisa mengontrol perilaku manusia di media sosial. Akan tetapi bila terlalu mengekspos kehidupan si kecil, kemungkinan ada orang iseng yang memberikan komentar buruk soal buah hati Anda.

Apalagi jika membuka akun untuk publik kemudian konten tersebut viral, pasti lebih susah mengontrol orang lain agar mau berkomentar baik di postingan Anda. Menghapus satu per satu komentar buruk tentu memakan waktu.

Apabila si kecil tak sengaja menonton konten tentang dirinya kemudian mendapati komentar negatif, tentu dapat merusak mentalnya. Dampak yang ditimbulkan dapat mengganggu psikologisnya hingga berdampak pada kehidupan pribadi maupun profesionalnya di masa mendatang, salah satunya mengalami gangguan kecemasan.

3. Pencurian identitas serta penyebaran informasi

Oversharenting bukanlah hal baik karena dilakukan secara berlebihan. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah rentannya pencurian identitas oleh pihak tak bertanggung jawab. Identitas si kecil tersebut kemudian rawan disebarluaskan, entah nantinya dijual atau disebarkan secara bebas.

Dampak oversharenting ini jika terjadi, tentu sangat merugikan mental maupun keselamatan anak. Ditakutkan ia malah menjadi korban pemalsuan data ataupun pelecehan seksual yang menargetkan anak-anak atau biasa disebut pedofilia. 

4. Membentuk kebiasaan buruk pada anak

Orang tua yang terbiasa oversharenting pengaruhnya juga ke anak. Melihat orang tuanya melakukan kebiasaan memegang kamera demi konten, membuat ia ikut mencontohnya dan menganggap bahwa itu adalah kebiasaan wajar.

Akibat meniru orang tuanya yang terbiasa oversharing soal kehidupan sehari-hari, membuat sang anak kurang bijak dalam bermedia-sosial atau terlalu kompulsif. Ia pun jadi terlalu mengejar engagement sosmed daripada kehidupan pribadi maupun membangun hubungan bersama lingkungan sekitarnya secara positif. Ini membuat screen time-nya meningkat karena terbiasa, lalu mengganggu tumbuh kembangnya.

5. Kurangnya bonding antara orang tua dan anak

Dampak oversharenting adalah kurangnya bonding antara orang tua dan anak. Ayah maupun ibu terlalu sering memegang gawai untuk mengabadikan tingkah laku anak tapi kurang memperhatikannya.

Akibatnya, si kecil hanya menganggap keberadaannya hanya sebatas konten bagi ayah dan ibunya. Akhirnya ia jadi merasa kurang dekat secara langsung ketika sudah tidak ada kamera.

Mengapa Orang Tua Melakukan Oversharenting?

Melihat dampak oversharenting pada penjelasan sebelumnya, sebagai orang tua sebaiknya perlu menghindari kebiasaan oversharing parenting supaya tak merugikan diri sendiri maupun si kecil. Pelaku oversharenting memiliki alasan mengapa mereka melakukannya, berikut beberapa kemungkinannya:

  • Ingin mengabadikan momen bersama anak dan keluarga tanpa terlewat.
  • Takut melewatkan momen langka yang dialami oleh si buah hati.
  • Memantau tumbuh-kembang sang buah hati dengan harapan ingin melihatnya kembali sewaktu-waktu nanti di masa depan.
  • Tidak punya memori HP yang mumpuni, sehingga memanfaatkan media sosial sebagai album.
  • Memiliki harapan agar anaknya bisa melihat bagaimana kehidupan masa kecilnya.
  • Ingin berbagi pengetahuan maupun ilmu parenting bersama orang lain.

Cara Menghindari Oversharenting

Bagaimanapun juga, oversharenting ini sebaiknya tak dilakukan karena dampaknya tak bagus. Simak berbagai cara menghindari oversharenting di bawah ini!

1. Hindari menambahkan tag lokasi secara spesifik

Apabila berencana sharing soal tumbuh kembang si kecil, sebaiknya hindari menambahkan tag lokasi secara spesifik. Melakukan hal ini justru membahayakan keluarga Anda, sebab orang asing jadi tahu di mana lokasi Anda saat ini.

2. Lebih baik buat akun privat ataupun lewat storage online 

Cara menghindari oversharenting, lebih baik membagikan momen si kecil dan keluarga lewat akun privat. Bisa juga melalui storage online, seperti Google Drive salah satunya. 

Hal ini bertujuan untuk mencegah Anda dari kecanduan engagement media sosial. Kecanduan engagement nantinya malah membuat Anda ‘menjual’ kehidupan pribadi sang buah hati sebagai konten atau konsumsi publik demi mendapatkan banyak komentar, likes, share, bahkan uang.

Tak harus semua orang mengetahui kehidupan pribadi keluarga Anda. Demi mencegah hal-hal tak diinginkan, menjadikannya sebagai album privat sangat disarankan.

3. Hindari foto anak tanpa pakaian

Belakangan ini, kasus kejahatan terhadap anak kecil semakin banyak, salah satunya pelecehan seksual yang menargetkan anak-anak atau pedofilia. Cara menghindari oversharenting agar tidak menjadi target para pedofil, usahakan menghindari memposting foto buah hati Anda tanpa pakaian.

Tak hanya mencegah dari pedofil, mengunggah fotonya tanpa pakaian juga bisa membuatnya merasa tak nyaman ketika ia sudah besar nanti melihatnya. Beberapa mungkin menganggapnya lucu dan menggemaskan, tetapi tidak semua anak menganggapnya demikian.

4. Tak perlu membagikan informasi lengkap

Selanjutnya, cara menghindari oversharing usahakan tak perlu membagikan informasi lengkap apalagi yang sifatnya pribadi. Hal ini dilakukan demi mencegah terjadinya pencurian serta penyebarluasan data. 

Tidak perlu membagikan nama lengkap, jam lahir, waktu lahir terlalu spesifik guna menghindari perilaku tak bertanggung jawab dari orang asing. Usahakan menjaga privasi buah hati Anda demi kenyamanannya menjalani kehidupannya sehari-hari.

Pilih foto maupun video secukupnya saja. Pilih mana yang benar-benar pantas dilihat oleh orang lain dan tidak merugikan pihak manapun, termasuk anak Anda sendiri.

5. Kendalikan diri sendiri

Oversharenting mudah dicegah apabila Anda mampu mengendalikan diri sendiri agar tidak oversharing di dunia maya. Meskipun ada tingkah laku lucu yang ditunjukkannya, ketahuilah bahwa tidak semua hal boleh dipertontonkan di sosial media.

Menjaga privasi anak maupun keluarga termasuk penting demi keamanan. Berbagi momen sah-sah saja, tapi sebaiknya tak perlu berlebihan sampai melanggar privasi. Renungilah dampak yang akan ditimbulkan di kemudian hari.

Setiap orang tua pasti ingin menyimpan momen tumbuh kembang buah hatinya, sampai tak sadar telah oversharenting. Meskipun sharing soal kegiatan mengasuh anak itu boleh saja dilakukan, tetapi sebaiknya tidak perlu berlebihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *