Lompat ke konten

Mengenal Attachment Issues, Jenis & Dampaknya

Attachment Issues

Anda merasa kurang percaya diri? Atau sulit mempercayai orang lain? Tahukah Anda, bisa jadi hal ini karena Anda memiliki attachment issues atau masalah dalam membangun kelekatan dengan orang di sekitar Anda, termasuk orang tua dan pengasuh? Masalah ini tidak terjadi tiba-tiba loh, tetapi justru dibangun perlahan-lahan saat Anda masih bayi atau bahkan dalam kandungan. 

Apa itu attachment issues dan bagaimana cara mengatasinya? Simak selengkapnya berikut ini:

Mengenal Attachment Issues dan Attachment Style

Sebelum Anda memahami apa itu attachment issues, sebaiknya Anda memahami apa itu attachment style terlebih dahulu. attachment style adalah gaya yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun kelekatan atau kedekatan dengan orang lain. 

Teori ini dikembangkan pada tahun 1950 oleh psikolog Inggris bernama John Bowlby. John menyebutkan kalau kelekatan atau attachment antara individu dan orang lain ini dibangun sejak dini, bahkan dalam kandungan dan bisa bertahan hingga dewasa. Apabila ketika masa bayi dan kanak-kanak hal ini berarti kelekatan antara anak dan orang tua atau pengasuhnya, ketika dewasa hal ini terkait dengan cara individu berhubungan dengan kekasihnya. 

Di sisi lain, attachment issues adalah kondisi atau mood yang dimiliki seseorang yang dapat mempengaruhi perilaku dan hubungan individu tersebut dengan orang lain. Kondisi ini bisa jadi membuat individu tersebut khawatir berlebihan, tidak mudah membangun kepercayaan, termasuk dengan kekasihnya sendiri atau bahkan terlalu mudah percaya dengan orang lain karena selalu mencari validasi. 

Jenis-Jenis Attachment Style

attachment style terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Secure attachment

Secure attachment adalah kondisi seorang individu bisa membangun kelekatan yang sehat, aman dan menyenangkan dengan orang lain disekitarnya. attachment style tipe ini bisa terbentuk ketika individu tersebut ketika masih balita dapat berinteraksi dengan aman, nyaman dan mempercayai orang dewasa di sekitarnya dengan baik. 

Ketika dewasa, individu yang memiliki attachment jenis ini cenderung:

  • Mampu percaya dan dipercayai orang lain. 
  • Bisa mencintai dan menerima cinta.
  • Lebih mudah bergaul.
  • Mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain, termasuk pasangan. 

2. Anxious attachment

Setiap balita tentu takut atau khawatir ketika ditinggal orang tua atau pengasuh dekatnya. Kekhawatiran ini sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan tidak berlebihan. Namun, tidak jarang balita memiliki kekhawatiran yang berlebihan ketika pengasuh atau orang tuanya tidak bisa memenuhi apa yang diinginkannya. Misalnya, pengasuh atau orang tua tersebut berjanji akan kembali, namun kenyataannya tidak. 

Apabila hal ini berlangsung hingga dewasa, maka tidak menutup kemungkinan balita tersebut akan memiliki anxious attachment atau kelekatannya dengan orang di sekitarnya lebih didasari pada rasa khawatir. 

Ketika dewasa, individu dengan tipe attachment ini cenderung:

  1. Takut ditinggalkan. 
  2. Kesulitan membangun kepercayaan dan hubungan dengan orang lain. 
  3. Terus mencari validasi orang lain, termasuk khawatir apabila pasangannya tidak mencintainya. 
  4. Akan sangat putus asa jika hubungan percintaannya berakhir. 

3. Avoidant attachment

Apabila tidak terwujud dalam anxious attachment, bisa jadi rasa takut ditinggal atau takut diperhatikan saat masih balita dapat berwujud menjadi avoidant attachment style atau gaya kelekatan yang cenderung menghindari membangun kepercayaan dan hubungan dengan orang lain. Sederhananya, karena takut pasangannya tidak memenuhi ekspektasinya, individu dengan tipe avoidant ini cenderung tidak akan memulai hubungan asmara sama sekali. 

Ketika dewasa, orang dengan tipe attachment ini cenderung:

  • Susah untuk berkomitmen.
  • Susah mengatur emosi dalam hubungan sosial maupun percintaan.
  • Cenderung memiliki sifat tertutup. 

4. Fearful avoidant attachment

Tipe attachment style yang selanjutnya adalah fearful avoidant attachment. Seperti namanya, tipe attachment ini merupakan gabungan dari dua tipe sebelumnya. Di satu sisi, individu yang memiliki attachment style tipe ini masih mengharapkan hubungan romantis dengan pasangannya, namun dia takut untuk menjalin hubungan dan cenderung menghindari komitmen. 

Oleh karena itu, ketika dewasa, individu dengan tipe attachment ini cenderung:

  • Takut ditolak.
  • Susah mengatur emosi. 
  • Perilakunya seringkali berkontradiksi. 
  • Sering cemas dan overthinking. 
  • Susah mempercayai orang lain. 

Tipe ini biasanya terbangun karena ketika balita, metode pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua seringkali tidak konsisten. Kadang iya, kadang tidak. 

Jenis-Jenis Attachment Issues

Attachment issues atau attachment disorder dalam seorang anak bisa terwujud ke dalam 2 jenis, yaitu:

1. Reactive attachment disorder (RAD)

Reactive attachment disorder (RAD) adalah jenis attachment issues yang seringkali timbul akibat pengabaian dan pola asuh yang kurang baik saat kecil (Medical News Today). 

Menurut The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, anak-anak yang mengalami RAD cenderung:

  • Jarang berinteraksi dengan orang lain. 
  • Susah menunjukkan emosi saat berinteraksi. 
  • Susah tenang kalau sedang stres. 
  • Tampak sedih, kurang senang atau marah ketika berinteraksi dengan pengasuh atau orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. 

Ketika sudah dewasa, anak-anak yang menderita attachment disorder jenis ini bisa jadi mengalami:

  • Susah membaca emosi.
  • Susah menerima dan menunjukkan kasih sayang.
  • Susah mempercayai orang lain. 
  • Susah membangun hubungan yang baik dengan orang lain.
  • Sering berpikiran negatif terhadap diri sendiri.
  • Susah mengontrol emosi.
  • Sering bersikap impulsif.
  • Susah berempati dengan orang lain. 

2. Disinhibited social engagement disorder (DSED)

Disinhibited social engagement disorder (DSED) adalah attachment disorder yang bisa jadi timbul akibat pengabaian orang tua, pengasuh dan orang-orang sekitar ketika individu tersebut masih berusia 1-2 tahun.  Anak dengan DSED kemungkinan memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

  • Bersikap hiperaktif. 
  • Suka bersikap seenaknya sendiri.
  • Suka bergaul yang berlebihan.
  • Mudah berinteraksi dengan orang yang benar-benar asing. 

Ketika dewasa, anak dengan sikap DSED seringkali mempertanyakan hal-hal yang bersifat sensitif bahkan kepada orang yang baru ditemuinya. Meskipun mudah bersosialisasi dengan orang lain adalah hal yang bagus, namun apabila terjadi secara berlebihan, hal ini dapat membuat si kecil tidak disukai oleh orang lain dan bahkan bisa membuatnya menjadi korban tindak kriminal. 

Pentingnya Peran Psikolog dalam Penanganan Attachment Issues

Apakah masalah seperti ini dapat ditangani? Khususnya untuk orang dewasa? Jawabannya adalah bisa. Baik orang dewasa maupun anak-anak dapat melalui proses yang disebut dengan attachment therapy untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat masalah kelekatan dengan orang-orang disekitarnya ketika masih muda. 

Selain itu, orang dewasa juga bisa melakukan konsultasi mengenai attachment issues ini kepada psikolog, baik sendiri maupun dengan pasangannya. Hal ini tidak hanya bermanfaat supaya mereka bisa membangun secure attachment dengan anak mereka kelak, tetapi juga supaya mereka bisa berkomunikasi dengan lebih mudah satu sama lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *