Lompat ke konten

Apa itu Nusyuz dalam Islam?

Apa itu Nusyuz dalam Islam?

Agama Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek dalam hidup umat manusia. Termasuk diantaranya adalah interaksi dalam kehidupan rumah tangga. Pernikahan memang merupakan sesuatu yang disunnahkan dalam agama ini untuk manusia yang sudah waktunya menikah. 

Namun, tidak dapat dipungkiri kalau pernikahan juga mempertemukan dua orang individu dengan ego dan keluarga yang berbeda pula, sehingga tidak jarang menimbulkan konflik. Hanya saja alih-alih dengan menggunakan kekerasan, agama Islam mengajarkan tata cara mengatasi konflik rumah tangga ini dengan bijaksana. 

Salah satu istilah yang banyak ditemukan dalam literatur Islam mengenai manajemen konflik dalam rumah tangga ini adalah istilah nusyuz. 

Apa itu Nusyuz dalam Islam

Secara bahasa, asal kata nusyuz adalah kata nasyaza yang berarti tanah yang ditinggikan. Adapun secara istilah, para ulama’ memiliki definisi yang berbeda mengenai kata ini. Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab beliau yang berjudul al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i mendefinisikan nusyuz-nya seorang perempuan sebagai sikap durhaka yang ditampakkan dihadapan suami dengan cara tidak bersikap taat kepadanya. 

Adapun Syaikh Wahbah Az Zuhaili mendefinisikan nusyuz adalah ketidakpatuhan suami maupun istri terhadap rasa suka (ridla) maupun rasa benci pasangannya. Misalnya, jika sang Suami tidak suka istri keluar dengan orang lain saat larut malam atau menghubungi mantan kekasih dan si istri tetap melakukannya, maka tindakan si istri tersebut boleh dikatakan sebagai nusyuz, begitu pula sebaliknya. 

Hukum Nusyuz dalam Islam

Kata nusyuz, setidaknya disebutkan sebanyak 2 kali dalam al Qur’an, yaitu dalam surat An- Nisa’ ayat 34 dan surat An Nisa’ ayat 128 yang berbunyi:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya (An-Nisa’ ayat 34). 

وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ ٱلْأَنفُسُ ٱلشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (An-Nisa’ ayat 128). 

Lalu apa dampaknya jika seorang istri bersikap nusyuz? Syekh Muhammad bin Qasim dalam kitabnya yang berjudul Fathul Qarib menyebutkan bahwa salah satu dampak dari sikap ini adalah, istri bisa jadi tidak mendapatkan nafkah dari suaminya dan diputus hak gilirnya (jika suami memiliki istri lebih dari satu).  Dalam dua ayat di atas tampak bahwasanya sikap nusyuz baik dari suami maupun istri harus dihindari dan diatur dengan baik. 

Perilaku yang Dianggap Nusyuz

Dalam hal nusyuz suami, perbuatan suami dapat dianggap sebagai nusyuz apabila suami tersebut mengabaikan kewajibannya kepada istri baik itu kewajiban secara fisik maupun mental. Contohnya, tidak memberi nafkah kepada istri, tidak memperdulikan istri dan tidak menggaulinya dalam jangka waktu yang lama. 

Sikap nusyuz suami terhadap istri ini juga termasuk apabila suami tersebut memperlakukan istri dengan kasar, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di ranjang. Bahkan apabila terjadi pertengkaran diantara keduanya sekalipun, konflik tersebut harus diselesaikan dalam ruangan tertutup (rumah, kamar), sehingga tidak terlihat oleh orang lain, termasuk anak. 

Adapun untuk sikap nusyuz istri, para ulama’ memberikan deskripsi yang lebih rinci. Misalnya, seorang istri akan dianggap nusyuz apabila keluar rumah dengan tanpa seizin suami atau tidak membuka pintu ketika suami ingin masuk. Kata-kata kasar yang keluar dari mulut istri juga tidak bisa selalu dianggap sebagai nusyuz. 

Lantas apakah hal ini berarti setiap keluar rumah, istri harus meminta izin suami? Jawabannya adalah tergantung keperluan. Apabila untuk keperluan umum dan secara garis besar suami biasanya memberikan izin, seperti pergi ke pasar, pergi bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan atau misalnya mengambil laundry, maka istri tidak perlu meminta izin lagi. Sebaliknya, untuk keperluan yang bersifat khusus, seperti liburan bersama teman-teman atau menjenguk orang tua di rumah, maka istri harus izin kepada suami terlebih dahulu. 

Cara Mengatasi Perilaku Nusyuz

Dalam dua ayat al Quran di atas sudah dijelaskan beberapa langkah untuk mengatasi sikap nusyuz, khususnya untuk istri. Pertama adalah dengan memberi nasihat yang baik kepada istri, supaya istri menyadari kesalahannya. 

Kedua adalah dengan mendiamkannya selama beberapa hari sampai dia sadar. Beberapa ulama’ menekankan bahwa sikap silent treatment ini sebaiknya juga tetap dilakukan di ruang tertutup entah itu di rumah atau di kamar. Sementara di depan anak-anak maupun di depan tetangga, suami sebaiknya tetap bersikap biasa saja. 

Apabila dinasehati dan didiamkan tidak cukup, maka langkah selanjutnya adalah dipukul. Hal ini bukan berarti Islam menyetujui kekerasan dalam rumah tangga, bukan. Agama Islam tidak menyetujui kekerasan dalam bentuk dan alasan apapun dalam rumah tangga. Para ulama’ sepakat bahwa yang dimaksud dengan memukul di sini adalah memukul secara ringan dan tidak melukai. Sebab, Rasulullah S.A.W sebagai panutan umat muslim saja tidak pernah memukul istrinya. 

Bahkan dalam ayat kedua di atas disebutkan bahwa sebaiknya suami istri tersebut melakukan perdamaian dan tetap berkomunikasi dengan baik. 

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa agama Islam mendorong suami istri untuk menghormati batas yang mereka tetapkan masing-masing. Istri menghormati batas yang ditetapkan suami (hal yang disukai dan tidak), sementara suami juga tidak boleh mendiamkan istri, memutuskan nafkah istri dan tidak menggaulinya terlalu lama. Apabila batasan ini dilanggar, maka tindakan tersebut dapat disebut dengan nusyuz. 

Meskipun demikian, nusyuz bukan berarti salah satu pihak berhak untuk melakukan kekerasan kepada pihak lain. Sebaliknya, Islam mendorong penyelesaian nusyuz dengan bijaksana dan hati-hati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *