Lompat ke konten

Imunisasi Dasar untuk Anak: Jadwal dan Manfaat

/ Diverifikasi oleh: dr. Dewi Puspasari

/ Diverifikasi oleh: dr. Dewi Puspasari

Imunisasi Dasar Anak

Imunisasi dasar untuk anak sangat penting untuk dilakukan karena anak terutama balita sangat rentan terhadap serangan penyakit, tentunya dengan jadwal yang harus diperhatikan. Dengan melakukan imunisasi pada anak, kita melindunginya dari berbagai macam penyakit.

Tidak perlu ragu untuk melakukan imunisasi pada si kecil, sebab ada banyak manfaat yang bisa didapatkan.

Pengertian Imunisasi Dasar

Pengertian imunisasi berbeda dengan vaksin, tetapi banyak yang menganggap keduanya sama. Vaksin merupakan virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan, serta dimodifikasi, yang berfungsi untuk membentuk antibodi penyakit tertentu. Sedangkan imunisasi adalah proses pemberian vaksin kepada anak supaya lebih kebal terhadap serangan atau penularan penyakit tertentu.

Sedangkan definisi vaksinasi adalah bentuk dari imunisasi aktif yang hasil akhirnya membentuk antibodi dari dalam tubuh karena tubuh kita aktif dalam membentuk antibodi sendiri. Imunisasi pasif diberikan antibodi dari luar (bukan dari tubuh manusia itu sendiri), contohnya transfusi plasma convalescent.

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, imunisasi dasar lengkap adalah penyuntikan vaksin tertentu yang diberikan kepada bayi sesuai dengan usianya. Imunisasi dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh bayi, sehingga terhindari dari beberapa macam penyakit seperti polio, campak, tetanus, hepatitis, dan penyakit lainnya. Pemberian vaksin dapat dilakukan melalui suntik maupun oral sesuai jenis masing-masing.

Tujuan Imunisasi

Imunisasi pada anak memiliki tujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh sekaligus melindungi anak dari berbagai serangan penyakit menular secara individu, atau pembasmian suatu penyakit dari penduduk suatu daerah atau negeri, hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Setidaknya, menurut Kementerian Kesehatan harus ada sekitar 70% penduduk di Indonesia yang mendapatkan imunisasi. Pemberian imunisasi ulang dapat dilakukan sewaktu-waktu supaya dapat meningkatkan imunitas penduduk.

Jenis Imunisasi Anak dan Manfaatnya

Imunisasi pada anak memiliki manfaat tertentu, sesuai dengan jenis vaksinnya masing-masing. Berikut ini adalah manfaat dari imunisasi berdasarkan jenis vaksinnya:

1. Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B (HB) memiliki manfaat untuk mencegah anak terkena penyakit Hepatitis B. Penyakit ini menyebabkan pengerasan pada hati, sehingga dapat berujung pada kegagalan fungsi hati dan bisa menyebabkan kanker.

Pemberian vaksin Hepatitis B pada si kecil menimbulkan efek samping berupa demam dan lemas. Tetapi, beberapa kasus yang jarang terjadi diantaranya menyebabkan kulit kemerahan, bahkan timbul gatal-gatal.

2. Difteri, Pertusis, Tetanus (DPT)

Sesuai dengan namanya, imunisasi DPT berfungsi untuk mencegah anak dari penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Dampak setelah pemberian vaksin DPT adalah muncul radang, nyeri, infeksi, dan tubuh menjadi kaku.

Difteri merupakan penyakit yang menyerang hidung dan tenggorokan, namun dapat menyebar hingga organ lain.

Penyakit ini dapat menyebabkan paru-paru basah, sesak nafas, serta gangguan pada jantung.

Pertusis adalah penyakit batuk parah yang memicu pneumonia, gangguan pernafasan, bronkitis, dan kerusakan otak. Kemudian tetanus merupakan penyakit yang menyebabkan kejang otot dan badan menjadi kaku. Ketiga penyakit tersebut dapat berujung kematian jika tidak dicegah dan ditangani.

3. Haemophilus Influenzae Tipe B (HIB)

Imunisasi ini diberikan untuk mencegah infeksi bakteri Haemophilus Influenzae Tipe B, di mana bakteri ini adalah pemicu meningitis, pneumonia, radang sendi, serta radang pada selaput jantung. Vaksin ini memberikan beberapa dampak setelahnya, yaitu demam, diare, dan nafsu makan yang berkurang.

4. Polio

Imunisasi polio dilakukan untuk mencegah penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio. Penyakit yang dapat menyerang anak ini menyebabkan kelumpuhan, sesak nafas, bahkan kematian.

Pemberian vaksin polio dapat memiliki efek samping, yaitu sesak nafas, demam tinggi, wajah bengkak, serta gatal-gatal, kulit kemerahan, dan susah menelan.

5. Imunisasi Campak

Imunisasi campak dilakukan untuk mencegah penyakit campak. Penyakit yang dapat menyerang anak ini dapat menimbulkan batuk kering, demam, pilek, muncul ruam, serta radang pada mata.

6. Measles Mumps Rubella (MMR)

Imunisasi MMR merupakan gabungan vaksin untuk mencegah campak, gondongan, dan rubella yang merupakan kondisi serius yang menyebabkan pembengkakan pada otak, meningitis, dan hilang pendengaran atau tuli. Efek samping imunisasi MMR pada anak menyebabkan demam tinggi, pembengkakan, gangguan pernafasan, serta gangguan menelan.

7. Tuberkulosis (BCG)

Imunisasi BCG bermanfaat untuk mencegah penyakit paru-paru, yaitu tuberkulosis. Vaksin BCG ini dapat mencegah berkembangnya penyakit tuberkulosis menjadi meningitis.

Imunisasi Tambahan (Tidak Wajib)

1. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)

Vaksin PCV diberikan untuk mencegah pneumonia, meningitis, dan septikemia akibat bakteri Streptococcus pneumoniae. Efek samping vaksin ini pada tubuh anak, yaitu demam ringan dan timbulnya pembengkakan serta kemerahan pada bekas suntik.

2. Imunisasi Cacar Air (Varicella)

Cacar air disebabkan oleh serangan virus varicella pada kulit yang bersifat menular. Oleh karena itu, vaksin Varicella ini harus diberikan pada anak untuk mencegah tertular penyakit tersebut.

3. Rotavirus

Rotavirus merupakan jenis imunisasi yang diberikan untuk mencegah diare akibat adanya infeksi Rotavirus. Dampak pemberian vaksin ini tergolong ringan, yaitu hanya diare ringan disertai anak menjadi rewel.

4. Tifoid

Imunisasi Tifoid bermanfaat untuk mencegah penyakit tifus yang menyerang sistem pencernaan, yaitu usus. Vaksin Tifoid menyebabkan efek samping seperti demam, diare, mual, muntah, dan kram perut ringan.

5. Hepatitis A

Hepatitis A adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh virus, biasanya ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Oleh karena itu perlu diberikan vaksin Hepatitis A. Setelah diberikan jenis vaksin ini, biasanya anak akan mengalami demam dan lemas, terkadang mengalami flu atau hidung tersumbat.

6. Human Papilloma Virus (HPV)

HPV merupakan penyakit yang menyerang alat kelamin yang menyebabkan kanker serviks maupun kutil kelamin. Manfaat imunisasi ini untuk anak remaja adalah untuk mencegah munculnya infeksi virus HPV. Efek samping dari vaksin ini, yaitu nyeri dan gatal pada bekas suntikan.

7. Dengue

Imunisasi dengue bermanfaat supaya anak terhindar dari resiko penyakit demam berdarah. Demam berdarah ini disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

Jadwal pemberian imunisasi dasar pada anak, sesuai dengan catatan Kementerian Kesehatan harus melaksanakan imunisasi rutin lengkap, yaitu imunisasi dasar dan lanjutan. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan daya tahan tubuh yang optimal.

Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Di bawah ini merupakan jadwal imunisasi dasar dan lanjutan yang dikutip dari Kementerian Kesehatan.

1. Hepatitis B

Imunisasi dasar Hepatitis B (HB) diberikan pada bayi yang baru lahir setelah 12 jam hingga bayi berusia sembilan bulan.

2. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)

Jadwal pemberian imunisasi PCV pertama dilakukan pada anak usia 2, 4, 6 bulan. Kemudian imunisasi lanjutan diberikan ketika anak berusia 12 – 15 bulan.

3. Difteri, Pertussis, Tetanus (DPT)

Jadwal pemberian imunisasi DPT dilakukan sebanyak 3 kali. Imunisasi pertama dilakukan saat anak berusia 2 – 4 bulan.

Waktu imunisasi kedua diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun sebagai booster. Imunisasi lanjutannya dapat diberikan kembali pada saat usia 10 – 12 tahun dan ketika 18 tahun.

4. Haemophilus Influenzae Tipe B (HIB)

Imunisasi HIB diberikan sebanyak empat kali. Imunisasi dasar HIB diberikan waktu anak berusia 2 bulan. 

Imunisasi lanjutannya diberikan waktu anak berusia 3 bulan, 4 bulan, kemudian yang terakhir saat anak berusia 15 – 18 bulan.

5. Imunisasi polio

Imunisasi dasar polio dapat diberikan ketika anak baru lahir hingga usianya 1 bulan lebih. Vaksin polio selanjutnya diberikan setiap bulan ketika anak berusia 2, 3, dan 4 bulan. Imunisasi ini juga diberikan lagi waktu anak berusia 18 bulan sebagai booster atau penguatan.

6. Imunisasi campak

Imunisasi dasar campak diberikan waktu anak berusia 9 bulan. Kemudian berikutnya diberikan waktu anak berusia 18 bulan. Namun apabila telah memperoleh vaksin MMR maka vaksin kedua campak tidak perlu diberikan.

7. Measles Mumps Rubella (MMR)

Vaksin MMR diberikan waktu anak berusia 15 bulan. Setelah itu vaksin MMR dapat diberikan lagi waktu anak berusia 5 tahun. Pemberian imunisasi ini dapat dilakukan minimal berjarak 6 bulan setelah pemberian imunisasi campak.

8. Imunisasi cacar air (Varicella)

Imunisasi Varicella diberikan waktu anak berusia 1 – 18 tahun. Jika anak berusia 13 tahun ke atas, vaksin diberikan sebanyak 2 kali dengan jarak antar waktu vaksinasi minimal 4 minggu.

9. Rotavirus

Vaksin Rotavirus diberikan sebanyak 3 kali, yaitu waktu bayi berusia 2, 4, dan 6 bulan.

10. Tifoid

Vaksinasi Tifoid diberikan waktu anak mulai berusia 2 tahun. Vaksinasi selanjutnya diberikan kembali hingga anak berusia 18 tahun, dengan pengulangan setiap 3 tahun.

11. Hepatitis A

Vaksin Hepatitis A diberikan sebanyak 2 kali dalam rentang usia anak 2 – 18 tahun. Jarak vaksinasi pertama dan kedua minimal 6 bulan hingga 1 tahun.

12. Human Papilloma Virus (HPV)

Vaksinasi ini diberikan pada remaja perempuan sebanyak 2 atau 3 kali untuk pencegahan kanker serviks, diberikan waktu usia 10 – 18 tahun.

13. Tuberkulosis (BCG)

Vaksin BCG hanya diberikan satu kali pada bayi baru lahir (usia 0 bulan), hingga bayi tersebut berusia 2 bulan.

14. Dengue

Vaksin dengue diberikan 3 kali dengan interval waktu 6 bulan, pada anak usia 9 – 16 tahun.

Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Setelah Imunisasi

1. Memberikan obat pereda demam

Vaksin yang disuntikkan akan memberikan efek tertentu pada anak setelah diimunisasi, salah satunya adalah demam. Jika demam tidak tinggi dan anak tampak baik, tidak perlu memberikan anak obat pereda demam seperti paracetamol.

Namun, obat tersebut boleh diberikan dengan catatan bahwa Anda telah berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

2. Mengabaikan jadwal imunisasi berikutnya

Pemberian vaksin imunisasi memiliki jadwal tertentu yang harus diperhatikan. Setelah imunisasi pertama, hendaknya mengetahui kapan jadwal imunisasi berikutnya. Apabila terlambat melakukan imunisasi imunisasi dari jadwal seharusnya, akibatnya kekebalan tubuh si buah hati menjadi kurang optimal.

3. Mengoleskan salep pereda nyeri pada bekas suntikan

Setelah melakukan imunisasi, tidak jarang tangan anak menjadi nyeri dan pegal-pegal. Namun, jangan pernah memberikan salep pereda nyeri tanpa resep dokter. Gunakan cara alternatif untuk meredakan nyeri bekas suntik pada anak, yakni dengan waslap atau kain hangat yang diusapkan pada area bekas suntik.

4. Membiarkan anak menangis tanpa henti

Anak menangis setelah imunisasi memanglah hal yang wajar dan ia akan berhenti menangis setelah beberapa saat ditenangkan. Akan tetapi, jika anak menangis berjam-jam setelah imunisasi tentu saja wajib diwaspadai. Apalagi jika menangis sampai badannya lemas, muntah, dan kejang.

Jika buah hati Anda mengalami hal tersebut usai imunisasi, segera bawa ke dokter untuk konsultasi lebih lanjut. Sebab, jika hanya membiarkannya menangis tanpa henti justru dapat memperburuk kondisinya.

Daftar Imunisasi Rutin Lengkap

Daftar imunisasi dasar dan lanjutan untuk anak dapat dilihat melalui rincian catatan berikut ini:

Daftar Imunisasi  Dasar

  • Usia 0 bulan: Hepatitis B 
  • Usia 1 bulan: BCG dan Polio 
  • Usia 2 bulan: DPT, Hepatitis B, HIB, dan Polio
  • Usia 3 bulan: DPT, Hepatitis B, HIB, dan Polio 
  • Usia 4 bulan: DPT, Hepatitis B, HIB, dan Polio
  • Usia 9 bulan: Campak/MMR

Daftar Imunisasi Lanjutan

  • Usia 18 – 24 bulan: DPT, Hepatitis B, HIB, Campak/MMR
  • Usia 5 tahun: Campak dan DPT
  • Usia 6 – 18 tahun: Tifoid

Itulah beberapa rincian lengkap mengenai imunisasi anak berdasarkan catatan dari Kementerian Kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *