Pernahkah kamu mendengar istilah daddy issues? Daddy issues adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dampak psikologis yang dihadapi oleh seorang anak ketika anak tersebut memiliki hubungan yang kurang baik dengan ayahnya.
Hal ini bisa terjadi karena ayah anak tersebut meninggal sejak dia kecil, ayah masih hidup tapi tidak hadir secara fisik karena bercerai, maupun ayah yang masih hidup namun tidak bisa hadir secara emosional. Istilah lain yang bisa jadi Anda temui untuk menggambarkan hal ini adalah fatherless behaviour.
Daddy issues sendiri sebenarnya bukan merupakan istilah resmi dalam dunia medis. Namun demikian, para ahli tidak memungkiri bahwa hubungan anak dengan kedua orang tua mereka tetap akan mempengaruhi hubungan anak tersebut dengan orang lain di masa depan.
Dampak Daddy Issues
Banyak pihak yang keliru beranggapan bahwa daddy issues hanya dialami oleh perempuan. Hal ini karena banyak perempuan yang “kehilangan” sosok ayah dalam hidupnya cenderung mengambil keputusan seksual yang berisiko, seperti mencari pasangan yang jauh lebih tua atau berhubungan intim di luar nikah.
Tapi, pada dasarnya masalah ini bisa dihadapi oleh perempuan maupun laki-laki. Hanya saja, laki-laki menghadapi masalah ini dengan cara yang berbeda. Menurut penelitian, sebagaimana yang dilansir dari Very Well Mind, anak laki-laki yang mengalami masalah daddy issues cenderung menghadapinya dengan rendahnya rasa percaya diri, konsep diri yang buruk, hingga kesulitan mengatur emosi. Hal ini karena mereka tidak memiliki figur laki-laki yang bisa dijadikan contoh, khususnya ketika masa remaja.
Tanda-Tanda Daddy Issues
Meskipun bukan istilah medis dan psikologis yang resmi, namun ada baiknya kamu bisa mengetahui tanda-tanda daddy issues. Tujuannya adalah supaya kamu bisa mengidentifikasi masalah yang ada dan memperbaikinya. Berikut ini beberapa tanda-tanda kamu mengalami daddy issues:
1. Tertarik pada laki-laki yang lebih tua
Baik laki-laki maupun perempuan membutuhkan sosok ayah untuk memberikan rasa aman, damai dan kepastian. Seorang perempuan, bisa jadi mencari “sosok ayah” ini di dalam diri pasangannya, maka tidak heran jika mereka mencari pasangan dengan usia yang jauh lebih tua. Adapun bagi laki-laki, ketiadaan sosok “ayah” ini bisa membuat mereka mencari mentor yang jauh lebih tua dan bisa dijadikan panutan.
2. Selalu membutuhkan kepastian dan perhatian
Meskipun bukan istilah medis yang resmi, namun banyak ahli meyakini kalau memang adanya masalah hubungan dengan ayah dapat menyebabkan anak memiliki rasa tidak percaya diri dalam menjalin hubungan dengan orang lain ketika dewasa (insecure attachment style). Salah satu tanda insecure attachment style ini adalah anak tersebut terus membutuhkan kepastian dan perhatian dari pasangan atau temannya.
3. Mudah cemburu dan posesif
Senada dengan rasa tidak percaya diri pada poin nomor 2 di atas, pada akhirnya anak yang tumbuh dengan daddy issues bisa menjadi individu yang mudah cemburu dan posesif kepada pasangannya di masa depan.
4. Takut sendiri
Tanda lain dari seseorang yang memiliki masalah daddy issues adalah dia takut ditinggal oleh pasangannya atau ditinggal oleh teman-temannya. Bahkan pada titik tertentu, bisa jadi dia memilih untuk tetap terjebak dalam hubungan yang toxic dibandingkan harus berpisah dengan pasangan atau teman-temannya.
5. Terus mencari cinta
Hal ini khususnya untuk anak perempuan. Karena ayah tidak ada untuk memberinya cinta ketika dia masih kecil, anak perempuan tersebut akan terus mencari cinta ketika beranjak dewasa. Tidak jarang, keinginan terus mencari cinta ini berujung pada hubungan intim yang berisiko.
6. Menjadi people-pleaser
Rasa takut kehilangan pasangan dan teman ini bisa jadi tidak hanya diwujudkan dalam sikap cemburu dan posesif, tetapi juga dengan sikap “ingin disukai oleh orang lain” atau people-pleaser. Hal ini misalnya terwujud dengan sikap “tidak enakan atau tidak bisa berkata tidak” dan seringkali mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri supaya orang lain tersebut senang.
Cara Mengatasi Masalah Daddy Issues
Masalah keretakan hubungan antara anak dan ayah ini seringkali dirasakan ketika anak tersebut masih kecil, sehingga memang susah dihindari. Namun kalau kamu merasa bahwa kamu memiliki satu atau beberapa tanda-tanda di atas, berikut ini beberapa cara mengatasi masalah daddy issues yang ada pada diri kamu:
1. Menyadari adanya masalah tersebut
Langkah pertama adalah dengan menyadari dan mengakui bahwa kamu memiliki masalah daddy issues. Dengan menyadari dan mengakuinya, kamu bisa memahami mengapa masalah ini terjadi, apa dampaknya untuk kamu ketika kamu dewasa dan menemukan cara bagaimana supaya hal yang sama tidak terjadi kepada generasi selanjutnya.
Selain itu dengan menyadari adanya masalah ini, kamu juga bisa mengeluarkan nilai-nilai buruk yang bisa jadi selama ini ada di benak kamu. Misalnya, pemahaman bahwa ayah tidak dekat dengan kamu karena dia tidak menyayangi kamu dan kamu tidak pantas disayangi. Dengan menyadari dan mengakui masalah daddy issues pada diri kamu, kamu juga bisa lebih mengerti bahwasanya bisa jadi ayah tidak dekat dengan kamu bukan karena dia tidak sayang, melainkan karena ada masalah lain di luar kendali kamu.
2. Berempati dengan diri sendiri
Langkah yang kedua adalah berempati dengan diri sendiri. Biarkan diri kamu merasakan sakit yang ditimbulkan akibat tidak adanya sosok ayah dalam hidupmu dan akui apa dampaknya. Dengan berempati dengan diri sendiri, kamu akan memvalidasi emosimu sendiri dan belajar menerima kenyataan.
Berempati dengan diri sendiri tidak sama dengan playing victim. Berempati dengan diri sendiri secara tidak langsung juga berarti kamu berusaha sebaik mungkin supaya rasa sakit tersebut tidak dirasakan oleh orang lain, sementara playing victim adalah sikap menggunakan rasa sakit tersebut untuk bertindak semena-mena terhadap orang lain.
3. Belajar untuk menjadikan masalah daddy issues sebagai aspek dalam mengambil keputusan
Setelah menyadari, mengakui dan merasakan rasa sakit akibat tidak adanya sosok ayah dalam hidup, kini kamu bisa belajar untuk menjadikan masalah ini sebagai salah satu aspek dalam pengambilan keputusan. Misalnya, jika kamu laki-laki, kamu sebisa mungkin untuk menyediakan waktu untuk anak-anakmu kelak supaya mereka tidak mengalami masalah yang sama.
Contoh lainnya adalah ketika kamu berhubungan dengan orang yang tampak dingin (emotionally distant), kamu bisa berpikir kalau hal ini disebabkan karena hubungannya dengan ayahnya kurang baik dan bukan karena kamu. Dengan demikian, kamu bisa memahami masalah yang ada dalam hubungan kamu dengan orang lain secara lebih jernih dan tidak terjebak dalam hubungan yang toxic.
Perlu disadari juga bahwasanya tidak ada orang tua yang sempurna. Bahkan, menjadi orang tua tidak memiliki fase uji coba dan bisa dibatalkan. Sekali menjadi orang tua, akan tetap menjadi orang tua. Oleh sebab itu, sesulit apapun itu, ada baiknya kamu mencoba memaafkan tindakan orang tua kamu dan belajar dari tindakan tersebut.