Retardasi mental atau keterbelakangan mental pada anak adalah gangguan yang terjadi pada anak yang menyebabkan kesulitan belajar, terutama hal-hal dasar seperti membaca, menulis, bahkan berbicara. Retardasi mental juga berarti kondisi di mana kecerdasan seseorang di bawah rata-rata dan disertai kurangnya keterampilan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Retardasi mental pada anak menyebabkannya menjadi lambat dalam melakukan dan mempelajari sesuatu karena perkembangan otaknya yang juga lambat. Keterbelakangan mental ini mempunyai keterbatasan dalam dua fungsi, yakni fungsi intelektual dan perilaku adaptasi.
Fungsi intelektual adalah kondisi keterbelakangan mental yang diukur berdasarkan hasil IQ. Pada anak penyandang disabilitas intelektual, IQnya berada di bawah orang normal pada umumnya, sehingga lambat dalam belajar, membuat keputusan, serta menyelesaikan masalah.
Sedangkan perilaku adaptasi adalah kemampuan dalam melakukan tugas sehari-hari. Anak dengan keterbelakangan mental cenderung kesusahan dalam melakukan suatu hal sederhana, seperti interaksi dan komunikasi, maupun mengurus dirinya sendiri. Mereka juga rentan mengalami gangguan kejiwaaan.
Tingkat atau derajat keterbatasan anak dengan cacat mental berbeda-beda tergantung kondisinya. Pada kasus ringan, anak dengan keterbelakangan mental masih bisa mengurus dirinya sendiri dan melakukan kegiatan secara mandiri meskipun lebih lambat dari orang normal.
Kemudian pada kasus yang berat, benar-benar membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang lain.
Gejala Retardasi Mental
Gejala redartasi atau degradasi mental pada umumnya sudah dapat didiagnosis sejak lahir. Meskipun begitu, ada yang tidak menyadari bahwa anak memiliki kondisi ini, sehingga gejalanya ketika sudah mencapai usia 18 tahun baru bisa diketahui.
Adapun gejala retardasi mental ini dibagi berdasarkan tingkat atau derajat keparahannya. Berdasarkan intensitas keparahannya dibagi menjadi retardasi mental ringan, sedang, berat, hingga parah:
Gejala retardasi mental ringan
Membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara. Apabila sudah bisa berbicara, biasanya anak dengan keterbelakangan mental sudah mampu berkomunikasi dengan baik.
- Mampu melakukan hampir semua hal secara mandiri ketika sudah dewasa.
- Mengalami sedikit kesulitan belajar menulis dan membaca.
- Sikapnya masih seperti anak-anak, padahal sudah dewasa.
- Mengalami kesulitan dalam mengemban tanggung jawab besar, misalnya untuk menikah dan memiliki anak.
- Anak dengan keterbelakangan mental dapat berkembang dengan program belajar khusus.
- Nilai IQ 50-69.
Gejala retardasi mental sedang
- Memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, termasuk memahami apa yang orang lain katakan.
- Masih bisa dalam mempelajari kemampuan dasar, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Mereka memiliki disabilitas intelektual.
- Kesulitan jika hidup mandiri karena masih membutuhkan bantuan dari orang lain.
- Masih dapat berperilaku baik di lingkungan yang sudah sering dikunjungi.
- Masih mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan melibatkan banyak orang.
- Orang dengan gejala retardasi mental sedang rata-rata memiliki nilai IQ 35-49.
Gejala retardasi mental berat
- Memiliki kesulitan dalam bergerak, termasuk aktivitas fisik.
- Mengalami kerusakan otak atau saraf cukup parah.
- Banyak bergantung pada orang lain karena tidak dapat melakukan hampir semua hal secara mandiri.
- Kesulitan dalam menerima dan mencerna informasi.
- Memiliki kesulitan dalam berkomunikasi.
- Nilai IQ antara 20-34.
Gejala retardasi mental sangat parah
- Tidak memahami mengenai instruksi yang diberikan oleh orang lain, sehingga tidak dapat mengikutinya.
- Pada beberapa kasus yang terjadi, beberapa anak dengan retardasi mental sangat parah mengalami kelumpuhan.
- Tidak bisa dalam menahan buang air.
- Komunikasi yang dilakukan hanya bisa sebatas non-verbal sangat dasar, seperti menunjuk sesuatu dan menggelengkan kepala.
- Tidak dapat melakukan sesuatu secara mandiri karena banyaknya keterbatasan dalam segala hal.
- Perlu diawasi terus-menerus oleh keluarga maupun tim dokter.
- Nilai IQ kurang dari 20.
Retardasi mental mempengaruhi 1-3 persen populasi di dunia. Akan tetapi dari jumlah tersebut, baru 25 persen yang diketahui penyebabnya. Retardasi mental ini lebih sering terdiagnosis pada pria daripada wanita.
Seseorang yang memiliki kecacatan pada mental, seringkali mengalami intimidasi dan pelecehan dari lingkungan sekitarnya. Selain itu, mereka dengan kecacatan mental ini tidak memiliki kemampuan dalam mengelola stres, memecahkan masalah, dan juga menghindari konflik dengan sekitarnya.
Maka dari itu, meskipun memiliki keterbelakangan mental, tentu mereka juga memiliki rasa tertekan. Sehingga, mengawasi sekaligus menjauhkan mereka dari pengaruh buruk lingkungan juga perlu dilakukan.
Penyebab Retardasi Mental
Penyebab terjadinya retardasi mental pada anak bermacam-macam. Di bawah ini merupakan hal-hal yang dapat memicu, antara lain:
- Adanya sindrom genetik, seperti down syndrome dan fragile X syndrome.
- Gangguan yang terjadi pada saat kehamilan, seperti patofisiologis yang dapat memicu penurunan dalam perkembangan otak janin, konsumsi obat-obatan atau alkohol, kekurangan nutrisi, atau terjadi infeksi selama kehamilan. Adanya patofisiologis retardasi mental ini menyebabkan kerusakan otak pada calon bayi sehingga memiliki resiko terlahir cacat.
- Adanya gangguan ketika persalinan, yaitu kekurangan oksigen atau bayi lahir prematur.
- Terdapat penyakit atau cedera pada anak, misalnya meningitis, campak, adanya benturan kepala, pernah hampir tenggelam, kekurangan nutrisi, atau terpapar zat-zat beracun yang menyebabkan terjadinya mutasi gen di tubuh.
- Adanya faktor sosial, seperti stimulasi pada anak dan kurangnya pendidikan.
Meskipun penyebab tersebut yang dapat memicu kecacatan mental, adapun faktor di luar kehamilan dan persalinan juga dapat menjadi penyebabnya. Faktor dari luar yang dimaksud adalah adanya faktor genetik atau pewarisan gen dari keluarga (orang tua atau saudara), adanya kerusakan otak akibat benturan keras pada kepala, ataupun anak pernah memiliki pengalaman traumatis seperti menjadi korban kekerasan atau mengalami pelecehan.
Cara Pencegahan Retardasi Mental
Upaya pencegahan retardasi mental sebenarnya dapat dilakukan sejak dini, yaitu selama masa kehamilan. Menghindari konsumsi alkohol dan rokok, memperbanyak asupan nutrisi dan aktivitas fisik, serta menghindari segala hal yang dapat mencelakakan kandungan seperti benturan, terpapar zat beracun, dan aktivitas yang terlalu berat.
Pencegahan ini dilakukan supaya calon bayi dan ibunya tetap terjaga kondisi kesehatannya. Hal ini juga demi menghindarkan dari kelahiran prematur atau kekurangan oksigen ketika persalinan.
Sebagai asupan nutrisi, ibu dapat mengkonsumsi makanan bergizi selama kehamilan untuk mengurangi resiko terjadinya degradasi mental pada anak. Selain makanan bergizi, ibu yang sedang mengandung juga dianjurkan mengkonsumsi vitamin dan mineral penting selama hamil demi tumbuh kembang janin.Upaya dalam mendiagnosa anak mengalami degradasi mental atau tidaknya, dapat dilakukan dengan melakukan tes IQ, adaptive behavior test atau tes keterampilan, serta pemeriksaan fisik penunjang.
Perawatan dan Pengobatan Anak dengan Redartasi Mental
Kondisi redartasi atau keterbelakangan mental ini akan tetap ada seumur hidup pengidapnya. Meskipun begitu, terdapat beberapa metode untuk membuat pengidap disabilitas ini tetap dapat menjalani hidupnya dengan baik.
Anda dapat melakukan perawatan ini pada anak pengidap retardasi mental:
- Melakukan perawatan dini bagi bayi dan balita dengan tetap memberikan makanan bergizi dan memberikan stimulasi positif untuk tumbuh kembangnya.
- Memberikan program pendidikan khusus penyandang disabilitas, misalnya menyekolahkan anak di SLB (Sekolah Luar Biasa).
- Rutin melakukan terapi dan konseling ke dokter terkait.
- Memberikan obat-obatan yang sudah diresepkan dokter.
- Mempelajari berbagai informasi mengenai retardasi mental anak.
- Mengajarkan anak untuk melakukan berbagai keterampilan, seperti melukis, menggambar, dan lain-lain.
- Mengajarkan anak untuk melakukan kegiatan mandiri secara perlahan sekaligus membiarkan ia mencoba hal-hal baru untuk menunjang aktivitas sehari-hari dengan tetap mengawasinya.
- Mengikutsertakan anak dalam kegiatan sosial.
- Saling berbagi dengan orang tua lainnya mengenai cara merawat anak disabilitas.
Retardasi atau keterbelakangan pada anak perlu diketahui gejala dan penyebabnya, supaya dapat diketahui cara pencegahan sekaligus cara mengobatinya.