Tahukah Anda, bahwa broken home bisa berdampak serius pada kesehatan mental anak? Meskipun pada beberapa kasus anak-anak broken home tidak menunjukkan hal-hal negatif, namun umumnya perpisahan yang terjadi tetap memberikan luka tersendiri bagi mereka.
Berdasarkan jurnal dari National Library of Medicine berjudul “The Impact of Family Structure on The Health of Children: Effects of Divorce”, beberapa dampak yang bisa terjadi pada anak dengan kondisi keluarga broken home adalah memiliki hubungan sosial dan konsep diri yang rendah. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa saja dampak broken home terhadap perkembangan psikologis anak, yuk simak uraiannya di bawah ini.
Pengertian Broken Home
Broken home adalah istilah yang menggambarkan tentang keluarga dengan kondisi tidak harmonis. Meskipun broken home seringkali dikaitkan dengan keluarga tidak utuh alias sudah bercerai, tapi kondisi ini juga bisa terjadi pada keluarga yang anggotanya masih utuh namun sering memiliki konflik dan saling terasing satu sama lain.
Ciri-Ciri Keluarga Broken Home
Dilansir dari website Mental Health America, umumnya terdapat beberapa ciri-ciri yang biasanya muncul pada keluarga broken home, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Terjadi Kekerasan atau Penelantaran
Tanda pertama yang umumnya muncul pada keluarga broken home adalah adanya kekerasan atau penelantaran. Contohnya seperti kekerasan verbal, fisik, tidak memberi makan, menahan passion anak, atau kurang memberikan perhatian kepada anak.
2. Kasih Sayang Bersyarat dan Kurangnya Kedekatan
Dalam keluarga broken home, umumnya anak dan orang tua akan menunjukkan sedikit tanda-tanda kedekatan, baik secara fisik maupun emosional. Bahkan, jika mereka menunjukkan kasih sayang, sering kali hal tersebut dilakukan hanya untuk mencapai keinginan atau tujuan tertentu.
3. Memiliki Komunikasi yang Buruk
Jarak antara orang tua dan anak juga cenderung membuat anggota keluarga memiliki komunikasi yang buruk. Sebab, mereka selalu berada dalam ketegangan dan tidak ada pengertian dengan anggota satu dengan lainnya.
4. Tidak Memberikan Kebebasan Berpendapat
Umumnya, orang tua dalam keluarga yang tidak utuh memiliki kecenderungan untuk mengatur anak sesuai dengan keinginannya. Meskipun orang tua memang memiliki hak untuk mengatur anak, namun seharusnya mereka tetap memberikan ruang bagi anak untuk berpendapat. Jangan sampai ambisi yang dimiliki terhadap anak membuat orang tua merasa terlalu superpower hingga mengabaikan perasaan anak.
Dampak Broken Home Pada Psikologis Anak
Pada psikologis anak, kondisi keluarga broken home bisa membuat mereka memiliki sifat-sifat seperti:
1. Memiliki Tingkat Sensitivitas Lebih Tinggi
Umumnya, anak dari keluarga tidak utuh akan bersifat lebih sensitif saat menghadapi sesuatu. Sebab, mereka terlalu sering melihat pertengkaran, teriakan, dan kekerasan lain di lingkungan keluarga. Sensitivitas ini tidak hanya membuat mereka lebih mudah tersinggung, tapi juga menyayangi orang lain atau menunjukkan empati mereka.
2. Merasa Kesepian
Dampak broken home yang selanjutnya adalah merasa lebih kesepian. Selain lebih sensitif, biasanya anak yang tumbuh di keluarga tidak utuh juga memiliki kecenderungan untuk selalu merasa kesepian. Sebab mereka tidak menganggap rumah sebagai tempat di mana kebersamaan bisa ditemukan. Bahkan, tidak jarang mereka suka mengulur-ulur waktu saat berada di luar rumah sebab di sanalah tempat di mana mereka bisa menemukan kesenangan sejenak.
3. Merasa Haus Kasih Sayang
Salah satu dampak broken home yang bisa di alami anak bahkan saat mereka dewasa adalah haus kasih sayang. Sebab, saat tumbuh di keluarga yang tidak harmonis, sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan kasih sayang, bahkan dari orang terdekat yakni orang tua.
4. Kesulitan Meluapkan Emosi dan Mengekspresikan Diri
Saat berada dalam ketidakpastian dan ketakutan secara terus menerus, seorang anak biasanya akan merasa sulit untuk membangun kepercayaan terhadap orang lain. Selain itu, ketakutan yang mereka alami juga bisa membuat anak cenderung sulit mengekspresikan diri dengan jujur. Sebab, mereka terbiasa untuk menyembunyikannya agar dapat menghindari konflik.
Dilansir dari International The News, kondisi emosional yang tidak tersalurkan ini bukanlah hal baik bagi perkembangan anak. Sebab, saat anak kesulitan mengekspresikan diri atau meluapkan emosi, guru, terapis atau orang tua juga akan kesulitan memahami perasaannya sesuai dengan perkembangannya.
5. Selalu Ingin Mendapatkan Perhatian Lebih
Seorang anak yang berada dalam keluarga tidak utuh umumnya suka mendapatkan perhatian lebih. Sebab, saat di rumah mereka tidak mendapatkan perhatian cukup dari orang tua. Jika tidak diarahkan pada hal-hal positif, rasa ingin mendapatkan perhatian ini bisa saja merujuk pada hal-hal buruk seperti merundung orang lain.
6. Lebih Suka Menghindari Masalah
Kondisi keluarga yang selalu dirundung pertengkaran membuat anak broken home lebih memilih untuk menghindari masalah. Contohnya, saat berada di rumah dan terjadi pertengkaran, mereka akan keluar sejenak untuk mencari ketenangan.
Bagi anak yang memilih pelarian ke hal-hal positif, sifat ini bisa berdampak baik bagi mereka. Namun, jika mereka memilih hal-hal negatif seperti narkoba atau pergaulan bebas sebagai pelarian, tentu sifat ini akan berdampak buruk pada masa depan mereka.
7. Ambisius
Sifat lain yang umumnya dimiliki oleh anak broken home adalah ambisius. Sifat ini bisa timbul karena perasaan marah terhadap keadaan. Tentunya, sifat ambisius ini bisa berdampak baik pada anak jika diarahkan pada hal-hal positif. Selain itu, anak dari keluarga tidak utuh biasanya juga menjadii pribadi lebih mandiri dibandingkan dengan orang lain.
Cara Memahami Perasaan Anak Broken Home
Dengan segala trauma yang dimiliki, memahami perasaan anak broken home memang bukanlah hal mudah. Inilah mengapa, diperlukan pendekatan khusus untuk memahami perasaan mereka. Jika Anda menghadapi anak dari keluarga broken home, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Mengajak Mereka Komunikasi
Bagi seorang anak dengan keluarga tidak utuh, komunikasi adalah hal yang jarang didapatkan. Inilah mengapa, untuk mendekati mereka, mulailah dengan mengajak mereka berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan layaknya seorang teman.
2. Hindari Asumsi Berlebihan
Seperti dalam penjelasan sebelumnya, anak dari keluarga tidak utuh cenderung memiliki perasaan sensitif dan mudah tersinggung. Inilah mengapa, saat berbicara dengan mereka, hindari pembicaraan yang dapat membangkitkan trauma masa lalu.
3. Tunjukkan Kasih Sayang pada Mereka
Dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis, kasih sayang merupakan hal yang sangat berharga bagi anak broken home. Inilah mengapa, untuk membuat mereka merasa lebih nyaman, Anda dapat menunjukkan lebih banyak cinta dan kasih sayang. Misalnya dengan mengajak mereka jalan-jalan atau melakukan sesuatu bersama-sama.
4. Mendengarkan Cerita Mereka
Bagi beberapa anak, membicarakan tentang perceraian orang tua bisa jadi sesuatu yang sangat menyakitkan. Namun, jika mereka ingin bercerita, hal tersebut bisa sangat bermanfaat untuk melampiaskan emosi yang selama ini tertahan. Bahkan, jika diperlukan, Anda dapat mengajak anak tersebut untuk berkonsultasi dengan psikolog untuk penanganan lebih lanjut.