Sebelum menikah, sangat penting memahami seperti apa karakter pasangan kita. Salah satu caranya adalah dengan mengajukan pertanyaan sebelum menikah untuk mengenal pasangan lebih jauh.
Pertanyaan yang diajukan tak hanya seputar kesiapan mental dan keuangan, tetapi banyak hal yang harus ditanyakan untuk melihat seberapa serius dirinya untuk membangun bahtera rumah tangga bersama. Jika Anda berencana menikah, ajukan pertanyaan sebelum menikah di bawah ini.
1. “Bagaimana kesiapan finansialmu untuk menjalani kehidupan rumah tangga?”
Pertanyaan sebelum menikah yang harus diajukan, yaitu perihal kesiapan finansial pasangan. Sebab banyak alasan suami-istri bercerai akibat kondisi finansialnya belum stabil, entah dilihat dari kurangnya tabungan, belum ada pekerjaan tetap, terlilit hutang/pinjol, ataupun masalah keuangan lainnya yang dikhawatirkan merusak hubungan rumah tangga.
Tanyakan pula apa pekerjaannya saat ini terutama kepada calon suami, apakah sudah mampu memenuhi biaya untuk hidup bersama ataukah belum. Biaya paling besar bukanlah pesta resepsi, tetapi kehidupan setelah pesta itu sendiri karena berlangsung seumur hidup. Belum lagi tambahan biaya diperlukan saat ingin punya anak.
2. “Apa pendapatmu soal anak/momongan? Seberapa yakin kamu menginginkannya?”
Perihal momongan, masih menjadi pro kontra, apalagi jika ada yang memutuskan untuk child free atau tak ingin punya anak. Jadi supaya tidak menyesalinya di kemudian hari, Anda perlu menanyakan kepada pasangan mengenai pendapatnya soal anak serta seberapa yakin ia menginginkannya.
Jawabannya bisa jadi ia memang benar-benar menginginkannya, menundanya, atau mungkin ingin child free karena kondisi tertentu. Apapun jawabannya, Anda perlu mempersiapkan diri kemudian mendiskusikannya bersama bagaimana keputusan terbaiknya. Tidak semua orang ingin punya anak, sebaliknya sebagian orang juga ingin mempunyai anak untuk meneruskan keturunannya.
Bila jawabannya mengarah ke ‘menunda momongan’, sebenarnya tak ada salahnya. Diskusikan bersama perihal alasannya menunda, bagaimana pendapatnya soal kontrasepsi, dan sebagainya. Menunda bukannya menolak rezeki, tetapi mempersiapkan diri menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kelak.
3. “Bagaimana soal pekerjaan rumah? Apakah bagus jika ada pembagian peran?”
Selama ini, masih banyak pria berpikir bahwa pekerjaan rumah adalah tugas seorang istri. Padahal, pembagian peran secara adil untuk suami dan istri sangat penting supaya rumah tangga tetap harmonis. Selain itu, beban masing-masing juga menjadi lebih ringan dibandingkan melakukan semuanya sendiri.
Pertanyaan sebelum menikah soal pekerjaan rumah dan pembagian peran sangatlah penting diajukan, khususnya oleh calon istri. Dengan begitu, Anda akan mengetahui bagaimana sifat pasangan dari caranya berpendapat soal peran sebagai suami atau istri.
Misalnya jika ia menginginkan istrinya melakukan semua pekerjaan rumah, termasuk mengurus anak. Sedangkan dirinya sendiri hanya ingin bekerja tanpa mau berbagi peran dalam pekerjaan rumah tangga, patut dipertanyakan apakah Anda akan sanggup hidup bersama dengannya hingga menua nanti.
4. “Bolehkah istri tetap bekerja meskipun sudah berumah tangga?”
Pertanyaan soal boleh atau tidaknya seorang istri tetap bekerja meskipun sudah berumah tangga, masih menjadi pro-kontra di masyarakat. Tidak ada yang salah jika suami hanya mengizinkan istri menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, ataupun mengizinkannya bekerja. Semua itu tergantung mindset masing-masing.
Pertanyaan sebelum menikah ini wajib diajukan calon istri supaya tidak kecewa ketika kenyataan tak sesuai ekspektasi. Misalnya pasangan tak memperbolehkan Anda bekerja, maka Anda dan pasangan perlu memikirkan bersama solusi serta langkah terbaik untuk menghadapi kehidupan setelah menikah.
Tanyakan bagaimana kesanggupannya, terutama kondisi keuangannya. Apabila kondisi keuangan belum stabil atau pendapatannya dirasa kurang, komunikasikan hal ini bersama dan jelaskan realitanya agar dapat menjadi pertimbangan. Komunikasi sangat penting untuk membantu menyatukan pikiran.
5. “Apakah selama ini kamu pernah atau sedang punya hutang?”
Pertanyaan tak kalah penting diajukan, yaitu soal ada atau tidaknya hutang. Banyak orang tidak menceritakan perihal hutang kepada pasangannya sebelum menikah, hingga akhirnya menimbulkan perseteruan setelah berumah tangga karena kondisi finansialnya terganggu.
Anda perlu memastikan bahwa pasangan tak mempunyai hutang, termasuk pinjol dan hutang ke perorangan. Apabila masih mempunyai pinjaman belum dibayar, mintalah ia bertanggung jawab dengan segera membayarnya. Hidup dengan terlilit pinjaman pasti merepotkan, apalagi jika uangnya dipakai untuk hal tidak perlu, seperti berjudi, memenuhi gaya hidup, serta keperluan konsumtif lainnya.
Bahkan susah menasihati seseorang jika sudah kecanduan judi ataupun terbiasa hidup boros, sebab ia baru menyesal setelah kehilangan semua harta bendanya. Mempunyai pasangan yang gemar berhutang, sebaiknya tinggalkan. Memintanya berubah bukanlah solusi terbaik, perubahan hanya akan terjadi bila ia berniat dari dirinya sendiri.
Akan tetapi jika pasangan mempunyai cicilan berjalan untuk hal-hal produktif atau masa depan seperti kendaraan dan properti, tanyakan kepadanya bagaimana caranya melakukan manajemen keuangannya. Bila ia melakukan semua itu demi memperoleh hidup layak, tak ada salahnya menawarkan bantuan untuk membagi beban tersebut bersama.
6. “Bagaimana pengelolaan keuangan untuk rumah tangga kita?”
Selain perihal kesiapan dan kestabilan finansial, tak kalah penting menanyakannya perihal caranya mengelola keuangannya sendiri, terutama kepada calon istri. Tanyakan berapa banyak dan untuk apa saja uangnya dihabiskan, bagaimana ia memprioritaskan untuk kebutuhan rumah tangga, berapa pendapatan yang disisihkan untuk menabung, serta menanyakan pendapatnya soal investasi.
Ketika pasangan mampu mengelola keuangannya dengan baik dan bijak, bukanlah hal susah baginya untuk mengelola keuangan rumah tangga nantinya, itu artinya ia juga mempunyai rencana jangka panjang. Tetapi bukan berarti pasangan yang pengelolaan finansialnya buruk harus ditinggalkan. Jika ada keinginan berbenah, ia pun tak ragu untuk memperbaiki diri demi bersama Anda.
7. “Maukah kamu melakukan cek kesehatan bersama?”
Pertanyaan sebelum menikah lainnya, yakni perihal mengajaknya melakukan pengecekan kesehatan bersama. Ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan maupun Anda memiliki riwayat penyakit tertentu atau tidak, kelainan genetik, maupun permasalahan kesehatan lainnya.
Jika ia tak mau melakukannya, tanyakan alasannya secara logis. Seseorang yang serius akan menikah, tak akan menyembunyikan apapun. Baginya, melakukan cek kesehatan sangat penting, terutama untuk persiapan memiliki momongan, mengantisipasi risiko kesehatan tertentu, serta berkomitmen menjalankan pola hidup sehat.
8. “Apa yang akan kamu lakukan jika kita sedang berselisih paham nantinya?”
Ketika masih berpacaran, sifat aslinya belum tentu terlihat saat itu juga. Sifat asli seseorang biasanya akan terlihat saat marah ataupun sedang dalam kondisi terdesak.
Tetapi jika belum melihat bagaimana sifat aslinya, cobalah menanyakan langsung. Minta ia menjawab sejujur-jujurnya, kemudian cocokkan bagaimana selama ini caranya memperlakukan Anda maupun caranya bersikap saat bertengkar selama masih berpacaran.
Pasangan yang baik tidak mudah meledak emosinya saat bertengkar, juga tidak akan tega melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Apabila menemui tanda-tanda kekerasan dan terbiasa mengumpat, sebaiknya pertimbangkan matang-matang karena dikhawatirkan menjadi bibit-bibit munculnya KDRT.
9. “Maukah menjelaskan pada saya jika kamu ada masa lalu ataupun trauma yang belum selesai?”
Banyak kasus orang yang sudah menikah merasa tak sesuai ekspektasi, bahkan sampai berselingkuh dengan mantan kekasihnya. Hal ini bisa saja terjadi akibat suami/istri masih belum selesai dengan masa lalunya. Tanyakan pula pada diri sendiri, siapkah Anda menerima bagaimanapun masa lalunya.
Maka sebelum menikah, pastikan kepadanya bahwa ia benar-benar sudah selesai dengan kisah masa lalunya dan siap untuk membangun hidup baru bersama Anda. Selain mantan kekasih, tanyakan pula padanya apakah memiliki trauma yang mengganggu kehidupannya.
Menyembuhkan trauma bukanlah hal mudah. Bila ia ternyata menanggungnya sekian lama, jadilah support system terbaik untuk mendukungnya bangkit dari keterpurukan.
10. “Seperti apa ekspektasimu soal hubungan intim bersama pasangan?”
Kedengarannya tabu, tetapi ekspektasi soal hubungan intim merupakan pertanyaan sebelum menikah yang perlu diajukan karena ini termasuk salah satu faktor yang bantu meningkatkan keharmonisan rumah tangga. Ini perlu didiskusikan bersama guna menyesuaikan keinginan Anda dan keinginannya.
Selain hubungan intim, tanyakan pula love language si pasangan, sebab setiap orang memiliki tipe love language berbeda-beda. Tujuannya untuk menyesuaikan kebutuhannya perihal menjaga keromantisan sekaligus kerukunan dalam hidup berumah tangga.
11. “Apa yang kamu butuhkan saat penat?”
Setiap individu memiliki cara berbeda dalam mengatasi rasa penatnya. Menikah adalah fase hidup bersama untuk seumur hidup, sehingga penting sekali mengetahui apa yang dilakukan sekaligus dibutuhkannya untuk melepas stres. Sehingga, Anda dapat memahaminya dengan baik serta membantunya menyelesaikan masalah.
12. “Soal rumah/properti, bagaimana kita mendapatkannya?”
Mengajukan pertanyaan sebelum menikah perihal rumah/properti, tujuannya untuk memastikan bahwa Anda dan pasangan sama-sama punya target untuk hidup layak. Bila dirinya benar-benar serius menikah, pasti rela bekerja keras demi mendapatkan itu semua.
Diskusikan pengelolaan keuangan bersama demi menemukan solusi terbaik soal pengambilan cicilan dan pembelian rumah/properti. Intinya, bersikap transparan soal keuangan demi tujuan bersama itu penting.
Terutama seorang pria, jika sudah membicarakan perihal tempat tinggal kepada pasangannya, kemungkinan besar sudah mempersiapkan diri untuk berumah tangga. Dirinya berusaha sebisa mungkin mempersiapkan hunian sendiri demi kenyamanan hidup bersama istrinya kelak. Usahanya tak hanya sebatas omongan, pasti terlihat melalui aksi nyatanya.
13. “Di mana tempat kita tinggal setelah menikah nanti”
Berkaitan dengan tempat tinggal juga, menanyakan soal tempat tinggal sangatlah penting, terutama kepada calon suami karena ini menentukan kenyamanan dan ketentraman hidup setelah menikah. Jawabannya bervariasi, bisa saja ia mengajak tinggal bersama orang tuanya, sewa kontrakan/kost/apartemen/mess, ataupun rumah pribadi.
Misalnya calon suami mengajak tinggal bersama orang tuanya setelah menikah nanti, tetapi Anda tidak setuju tinggal bersama mertua karena khawatir terjadi selisih paham. Ungkapkan alasan tersebut secara jujur kemudian bersama-sama cari solusi terbaik demi kenyamanan bersama.
Pertimbangkan keputusan soal tempat tinggal ini berdua, usahakan tidak memberatkan salah satu pihak. Sesuaikan kondisi finansial berdua pula supaya tak membebani nantinya.
14. “Bagaimana jika salah satu dari kita divonis tak bisa punya keturunan, apa yang harus dilakukan?”
Banyak pasangan suami istri menginginkan keturunan. Demi mempersiapkan diri, tanyakan bagaimana jika salah satu divonis tak dapat memberikan keturunan. Lihat bagaimana responnya. Jawabannya pun bisa menyakitkan atau mungkin malah menguatkan.
Paling menyakitkan, mungkin menjawab akan meninggalkan karena mandul. Namun bisa saja jawabannya malah saling menguatkan, yakni berusaha sebisa mungkin tanpa meninggalkan. Apapun jawaban darinya, Anda perlu mempersiapkan diri dan membuat pertimbangan apakah ia layak menjadi pasangan seumur hidup atau tidak.
Siapa saja bisa memiliki anak, tetapi belum tentu bisa menjadi orang tua yang baik. Supaya tak sekedar punya anak, tanyakanlah kepadanya (khususnya calon suami), seperti apa parenting atau cara mengasuh anak yang baik dan benar.
Apabila ia memberikan jawaban yang mengarah ke ‘tidak ingin mengurus anak’, pertimbangkanlah kelayakannya menjadi teman hidup Anda. Sebab seseorang yang serius menginginkan anak, pasti memikirkan pula cara mengasuh anaknya agar dapat tumbuh dengan baik.
Meskipun ia tak mengetahui caranya, ia tak merasa keberatan untuk mempelajari ilmunya. Bahkan serius dalam mempersiapkan semuanya, dari mental sampai finansial. Sebab dirinya berpikir, menjadi orang tua adalah peran bagi suami dan istri, bukan istri saja.
16. “Seperti apa ekspektasimu terhadap saya?”
Orang yang sudah menikah sebagian merasa kecewa saat mengetahui suami/istrinya tidak sesuai ekspektasinya, sehingga memilih pergi atau berselingkuh. Oleh karena itu, pertanyaan seperti ini tak kalah penting diajukan sebelum memutuskan untuk menikah, khususnya kepada calon istri. Anda harus tahu seberapa jauh ia memahami Anda sekaligus bagaimana ekspektasinya terhadap diri Anda selama ini.
Setelah mengetahui jawabannya, Anda akan mengetahui apa yang sebenarnya ia inginkan dan butuhkan. Dengan begitu, memahaminya menjadi lebih mudah. Apabila ada ekspektasi yang susah untuk dipenuhi, diskusikan bersamanya lalu jelaskan mengenai diri Anda kepadanya sebenar-benarnya agar bisa memahami satu sama lain.
17. “Seberapa penting komunikasi?”
Komunikasi merupakan hal penting dalam sebuah hubungan karena fungsinya untuk mempererat ikatan sekaligus menjaga keharmonisan. Sebaliknya, jarang berkomunikasi mudah sekali memunculkan kesalahpahaman.
Sebelum menikah, wajib bertanya kepadanya mengenai seberapa penting komunikasi. Pasangan yang siap menikah, pasti mementingkan komunikasi demi menjaga keharmonisan hubungan sekaligus sebagai upaya menyelesaikan masalah bersama. Jadi, tidak menghilang begitu saja saat terjadi masalah dalam hubungan.
Perhatikanlah dari aksi nyatanya selama menjalin hubungan, apakah berjalan lancar atau malah sering terjadi salah paham akibat kurangnya komunikasi. Hal ini pun patut dipertimbangkan, bukan dari omongannya saja.
18. “Bolehkah saya mendapatkan me time?”
Beberapa orang setelah menikah merasa dirinya kurang memiliki waktu untuk diri sendiri, sehingga mudah jenuh dan stres. Maka dari itu, sebelum menikah sudah seharusnya menanyakan hal ini kepada calon suami/istri.
Tanyakan padanya perihal me time, sebab setiap orang membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri demi menjaga kewarasan. Pasangan yang tidak egois, pasti tidak keberatan memberikan me time, atau bisa dibilang bahwa ia tidak tega mengekang suami/istrinya untuk melakukan sesuatu yang disukainya.
19. “Bagaimana kamu melaksanakan kewajiban agamamu?”
Tidak kalah penting, pertanyaan sebelum menikah perihal caranya melaksanakan kewajiban agama juga wajib diajukan. Melaksanakan kewajiban agama adalah urusan nomor satu dan tak boleh ditinggalkan. Pertanyaan ini terutama perlu diajukan kepada calon suami, sebab kelak ia menjadi kepala rumah tangga.
Apabila jawabannya cenderung menomorduakan urusan agama, coba tanyakan pada diri Anda sendiri apakah ia layak menjadi pendamping hidup? Pilih pendamping yang religius dan tidak mengesampingkan ibadahnya.
Religius bukan harus menjadi pemuka agama. Tetapi orang yang benar-benar paham bagaimana menerapkan ajaran agamanya ke kehidupan sehari-hari. Sehingga ia dapat membedakan mana yang baik dan buruk.
20. “Menurutmu, seperti apa peran keluarga kamu terhadap rumah tangga kita nanti?”
Satu lagi pertanyaan sebelum menikah untuk ditanyakan oleh calon suami/istri, yakni peran keluarganya terhadap kehidupan rumah tangga Anda dengannya kelak. Bila ia terlalu melibatkan keluarga ke urusan rumah tangga, sebaiknya berhati-hati karena dikhawatirkan malah merusak hubungan pernikahan.
Bagaimanapun juga, rumah tangga merupakan urusan suami dan istri. Pihak lain tak diperkenankan ikut campur kecuali benar-benar diminta, misalnya untuk mediasi saat tak menemukan solusi apapun.
Itulah 20 pertanyaan sebelum menikah yang perlu diajukan supaya dapat didiskusikan bersama pasangan. Dengan begitu, kesalahpahaman dapat diminimalisir sejak awal sekaligus melihat seberapa yakin Anda untuk hidup bersamanya.