Lompat ke konten

8 Perkataan Orang Tua Yang Menyakiti Anak

/ Diverifikasi oleh: Tim Better Parent

/ Diverifikasi oleh: Tim Better Parent

Perkataan Orang Tua yang Menyakiti Anak

Orang tua pasti sebenarnya tidak bermaksud menyakiti anak dengan kata-kata. Akan tetapi, bahkan mungkin mereka tak menyadari bahwa perkataannya justru menyakiti si buah hati.

Memang benar bahwa setiap orang tua menginginkan anaknya tumbuh dengan baik. Meskipun begitu, salah satu faktor yang membuat si buah hati tidak bisa berkembang baik adalah sakit hati akibat perkataan dari orang tuanya.

Bahkan, mungkin ayah dan ibu tanpa sadar sudah melabeli anak secara negatif. Hal ini tentu akan berdampak buruk pada kesehatan mentalnya dan membuatnya jadi tidak mempercayai orang tuanya.

Setiap manusia memiliki perasaan, tak terkecuali anak. Ketika sudah sedikit dibentak dengan perkataan tidak enak didengar, tentu ia akan menjadi trauma seumur hidup, sehingga ia pun membutuhkan waktu lama untuk menjalani terapi pemulihan.

Oleh karena itu, sebaiknya ayah dan ibu berusaha mendidik anak tanpa menyakitinya dengan perkataan. Beberapa perkataan orang tua yang dapat menyakiti si buah hati harus diketahui supaya menahan untuk tidak mengucapkannya di depannya:

1. Mengingkari Janji

Siapapun pasti kesal apabila sudah mendengar kata janji tetapi justru malah diingkari. Terutama ketika orang tua mengatakan sebuah janji kepada anak lalu tidak ditepatinya.

Anak-anak selalu menganggap orang tuanya berkata jujur dalam hal apapun, namun apabila mereka mengingkarinya maka si buah hati pun tetap kecewa.

Bahkan, si buah hati pun bisa hilang kepercayaan kepada ayah dan ibunya akibat tidak menepati janji. Perilaku ingkar janji ini apabila orang tua konsisten melakukan hal ini di hadapannya langsung, bukan hanya menyakitinya, tetapi juga membuatnya meniru.

Ia akan menganggap bahwa tidak masalah setelah mengatakan janji, lalu meninggalkannya begitu saja dan tidak menepatinya atau bisa dibilang mewajarkan tentang mempermainkan perasaan orang lain. Selain itu, anak pun menjadi pribadi yang susah mempercayai kata dari siapapun.

2. Meminta dengan Memaksa

Sebagian besar orang tua tentu menginginkan anaknya melakukan dan mencapai sesuatu hal yang terbaik. Akan tetapi, tak jarang pula si buah hati menolak karena memang tak ingin melakukannya.

Meminta dengan memaksa ini contohnya, “Ayolah nak, kamu harus jadi seperti itu biar nanti sukses”. Perkataan ini mungkin bagi sebagian ayah dan ibu adalah sebuah motivasi untuk si buah hati, padahal ia belum tentu menganggapnya demikian.

Meminta secara memaksa bagi mereka seperti tuntutan. Tak jarang mereka bisa jadi tertekan karena ayah dan ibunya selalu meminta dengan cara yang seperti itu.

Hal ini pun seringkali terjadi pada anak sulung yang banyak mengalami tuntutan dari orang tuanya, sehingga menjadi beban bagi anak pertama.

Sebaiknya, apabila Anda ingin meminta sesuatu kepada anak, lebih baik tak perlu memaksakan kehendaknya. Kecuali jika menyangkut keselamatan, Anda berhak melarangnya dengan tegas.

Selain itu, biarkan buah hati Anda mengembangkan bakatnya karena pasti mereka mengerti apa yang disukai. Hindari terlalu melarangnya dan memaksanya mengikuti kehendak Anda yang bisa jadi malah menghalanginya untuk berkembang.

3. Menghina dan Memaki dengan Kasar

Perkataan menghina sekaligus memaki anak dengan kasar sebaiknya tidak dilakukan, baik sengaja ataupun tidak. Meskipun tak sengaja mengatakannya, sebagai orang tua hendaknya segera meminta maaf karena telah mengatakan hinaan yang membuat buah hati Anda merasa sakit hati.

Menghina anak dan memakinya sama saja seperti melabelinya dengan panggilan negatif, misalnya, “Dasar anak tidak tahu diri!”, atau “Anak tidak berguna mau jadi apa?”, atau perkataan semacamnya yang menyakiti hatinya.

Seorang anak merupakan pribadi yang rapuh. Jika orang tuanya menyakiti hatinya seperti itu, ia akan mengingatnya seumur hidupnya, bahkan bisa jadi malah membenci orang tuanya.

Jika orang tua menyakiti hati anaknya, akan membuat buah hatinya itu mengalami depresi karena ia merasa dilabeli secara negatif oleh ayah atau ibunya. Bahkan, hal ini bisa membuat psikologisnya terganggu, sehingga memunculkan gejala depresi pada anak atau bahkan membuatnya tidak bertumbuh menjadi pribadi baik.

Sebaiknya, hindari menghina anak dan memakinya dengan kasar ketika ia melakukan kesalahan. Sebab, hal ini memang tidak akan menyelesaikan masalah.

Apalagi jika sering memarahi si buah hati di depan umum, justru hal ini membuatnya malu dan bisa mengalami gangguan kecemasan hingga menyebabkan depresi. Ia menjadi malu dan menarik diri dari lingkungan karena takut melakukan kesalahan dan dimarahi lagi di depan banyak orang.

4. Membanding-bandingkan Anak

Seorang anak memang wajar apabila tidak suka saat ia dibanding-bandingkan dengan anak atau orang lainnya. Sebab, ia merasa tertekan karena merasa tidak bisa membanggakan kedua orang tuanya dan juga merasa ia tidak bisa melakukan apapun dengan benar.

Membandingkan ia dengan orang tua pun  juga merupakan kesalahan fatal karena ia pun akan merasa tidak bisa melakukan apapun sebaik orang tuanya. Perkataan ini seperti, “Kamu tuh mending keadaannya kayak gini dan banyak fasilitas, nah saya lho dulu minim fasilitas tapi bisa melakukannya lebih baik dari kamu”.

Padahal mungkin orang tua pun tidak menyadari bahwa dirinya juga pasti pernah melakukan kesalahan saat masih kecil, sehingga sebaiknya tidak perlu membandingkan kemampuan di depan buah hati karena bisa merusak rasa percaya dirinya.

Membandingkan ia dengan saudara atau tetangganya pun sama saja buruknya. Misalnya ketika saudara atau tetangga memiliki prestasi atau bakat tertentu, lalu Anda mengatakan “Mereka punya prestasi, kok kamu gitu aja nggak bisa?”

Hindari membandingkan hal seperti itu. Anak tentu memiliki kemampuan, minat, dan bakatnya masing-masing. Daripada membandingkannya lalu menyakiti hatinya, lebih baik bantu ia mengembangkan minat dan bakatnya, salah satunya adalah dengan mengetahui tipe kecerdasan yang dimiliki anak agar memahami cara mengembangkannya.

Hindari pula melabeli anak dengan perkataan menyakitkan, seperti “Anak tidak berguna”.

5. Selalu Menyalahkan Tanpa Mau Mendengar

Melakukan kesalahan tertentu memang wajar karena anak masih dalam proses pembelajaran, terutama jika usianya masih balita dan belum menginjak sekolah menengah. Meskipun begitu, sikap orang tua untuk selalu mewajarkan kesalahan buah hatinya memang sama saja tidak baik. 

Oleh karena itu jika ia melakukan kesalahan, hindari mengatakan, “Kamu kok nggak bisa melakukan sesuatu dengan benar, sih? Selalu aja salah!”. Hal ini dapat membuat anak menjadi tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu karena ia takut disalahkan lagi.

Hindari juga menyalahkannya saat ia sedang berusaha mengambil keputusan. Ia sebenarnya bukan salah, tetapi pendapatnya hanya tidak disukai oleh ayah dan ibu.

Meskipun orang tua dan anak memiliki perbedaan pendapat, jangan mentah-mentah menganggap si buah hati ini tidak bisa dibanggakan. Lebih baik membicarakan hal ini baik-baik dan mendengarkan dahulu penjelasan anak karena ia pun pasti memiliki sesuatu yang perlu dijelaskan.

6. Berkata Seolah Menyesali Keberadaan Buah Hatinya

Tidak semua hubungan keluarga berjalan dengan harmonis. Salah satunya pada kondisi broken home yang 

Kondisi keluarga broken home membawa dampak psikologis bagi anak. Selain sudah enggan mempercayai perkataan ayah dan ibunya, ia juga rentan mengalami depresi hingga mengubah kepribadiannya saat dewasa karena sering mendapat makian seperti, “Saya menyesal punya anak seperti kamu!”, atau “Seandainya kamu tidak lahir, mungkin saya akan baik-baik saja”, maupun perkataan menyesal lainnya.

Akibatnya, anak menjadi terus memikirkan bahwa dirinya tak berguna karena dilahirkan sehingga membuat orang tuanya terus merasa menyesal. Kemungkinan terburuknya, ia dapat melakukan percobaan untuk mengakhiri hidup karena menganggap ia adalah beban yang lebih baik tidak ada di dunia ini.

Apabila ayah dan ibu bertengkar, sebaiknya jangan ditunjukkan kepada buah hatinya. Segeralah saling berdamai agar baik untuk mempertahankan keharmonisan keluarga dan menjaga kesehatan mental masing-masing.

7. Berkata Bahwa Anaknya Selalu Membuat Malu

Anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang memang terkadang melakukan kesalahan. Reaksi orang tua memang berbeda-beda untuk menanggapinya, ada yang santai lalu menegur anaknya secara baik-baik, tetapi ada juga yang memaki langsung di depan buah hatinya.

Saat ia melakukan kesalahan, hindari untuk mengatakan, “Kamu ini bikin malu saja bisanya”, sebab hal ini membuat ia menjadi takut melakukan sesuatu karena dianggap selalu membuat malu.

Selain itu, hal ini juga berdampak buruk bagi psikologisnya. Jika ditegur dengan kasar, ia seolah menganggap dirinya anak nakal, bahkan tidak membuatnya menjadi lebih baik dan menyebabkan depresi.

8. Melarang Melakukan Sesuatu dengan Ancaman

Tak seorang pun yang suka diancam, apalagi anak. Melarang melakukan sesuatu dengan ancaman dan bentakan, tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik karena dapat menimbulkan rasa tidak percaya si buah hati kepada ayah atau ibunya.

Mengatakan sesuatu dengan ancaman misalnya, “Terserah, saya tidak tanggung jawab lagi kalau kamu melakukannya nanti”. Tentu hal ini menjadi tidak baik karena anak merasa tidak percaya diri untuk mengembangkan kemampuan karena membuatnya jadi serba salah, dan bingung apakah ia harus menuruti tuntutan dari orang tuanya.

Sebaiknya, ayah dan ibu jika ingin si buah hati melakukan sesuatu, instruksikan dengan lembut tanpa paksaan, apalagi ancaman.

Jangan pernah menghalangi sesuatu untuk dicoba karena justru dapat menghalanginya untuk meraih impian. Biarkan ia merasakan kegagalan terlebih dahulu supaya ia terbiasa menjadi pribadi kuat.

Berdasarkan ulasan di atas, memang sebaiknya baik orang tua maupun anak saling menghargai satu sama lain. Sebab, apabila anak pun merasa tersakiti hatinya karena ucapan orang tuanya, ia akan memiliki luka yang susah untuk disembuhkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *