Bukan rahasia lagi apabila perempuan cenderung memiliki usia yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki. Menurut data dari BPS pada tahun 2022, rata-rata angka harapan hidup laki-laki adalah sebesar 69.93 tahun, sementara perempuan berusia 73,83 tahun. Ini artinya, potensi seorang suami untuk meninggal terlebih dahulu dibandingkan dengan istri semakin besar.
Meskipun status pernikahan istri yang ditinggal suami wafat sudah gugur, namun terdapat beberapa kewajiban Istri yang harus dilakukan setelah sang suami meninggal. Berikut ini diantaranya:
1. Menjalani Masa Iddah
Masa Issah atau masa tunggu adalah masa dimana seorang perempuan yang telah ditinggal mati atau diceraikan oleh suaminya tidak boleh menikah. Untuk istri yang telah ditinggal wafat suami, masa iddahnya terbagi dua yaitu 4 bulan 10 hari dan hingga melahirkan.
Masa iddah yang pertama dibebankan kepada istri yang ditinggal wafat suami saat dalam kondisi tidak hamil, sementara masa iddah hingga melahirkan dibebankan kepada istri yang ditinggal mati ketika hamil.
Selain tidak boleh menikah terlebih dahulu, dalam masa ini istri juga tidak diperbolehkan menggunakan makeup, seperti celak dan parfum. Mereka juga tidak diperbolehkan untuk keluar rumah kecuali untuk memenuhi kebutuhan mendesak, seperti pergi ke dokter atau membeli barang kebutuhan sehari-hari. Adapun hukum mengenai masa iddah ini terdapat di beberapa ayat Al Quran dan Hadits, salah satunya adalah Surat Al Baqarah ayat 234 yang berbunyi:
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat Sumber: Tafsir Web).
2. Tidak Menangisi Kepergian Suami Terlalu Lama
Ditinggal oleh orang yang dicintai dan sudah hidup bersama selama beberapa tahun tentu bukan hal yang mudah. Namun, bukan berarti kepergian orang tercinta tersebut harus ditangisi selama beberapa hari.
Bahkan menurut beberapa sumber, perilaku mengumbar kesedihan dan menangis selama beberapa hari setelah ditinggal suami justri bisa menjadi dosa yang untuk almarhum yang meninggal. Hal ini karena menangis selama berhari-hari dapat dinilai sebagai bentuk ketidaksabaran manusia dalam menghadapi ujian dan musibah dari tuhan.
Sebaliknya, istri didorong untuk meluapkan kesedihan tersebut dalam hal-hal yang positif, seperti mendoakan suami dan kegiatan positif lainnya.
3. Mendoakan Suami
Kewajiban seorang istri terhadap suami yang sudah meninggal selanjutnya adalah mendoakannya dengan sepenuh hati dan memohonkan ampun atas segala dosa-dosanya. Sebab, doa-doa untuk orang yang sudah meninggal tidak hanya bisa datang dari anak, tetapi juga istri shalihah dan tentunya masyarakat secara umum.
Tidak hanya dengan menyelenggarakan tahlilan sebagaimana budaya di berbagai daerah di Indonesia, mendoakan suami dan orang tua bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Contohnya, setelah sholat, atau bahkan saat Anda mengingat nama suami tersebut, Anda sudah bisa mendoakannya.
4. Memberi Nafkah Anak
Dilansir dari Republika, salah satu kewajiban istri terhadap suami yang sudah meninggal tapi masih memiliki anak adalah menafkahi anak tersebut. Hanya saja, beban untuk memberi nafkah anak tersebut tidak hanya menjadi kewajiban istri belaka, tetapi ahli waris suami secara umum.
Misalnya, suami Anda meninggal dan selain Anda dan anak Anda, ahli waris suami tersebut adalah orang tuanya (kakek dan nenek) dan dua saudara laki-laki dan perempuan (om dan tante). Maka, kakek, nenek, om dan tante juga wajib untuk memberi nafkah anak-anak Anda. Adapun mengenai berapa porsinya dapat didiskusikan baik-baik.
Hal inilah yang banyak tidak diketahui oleh muslimin Indonesia. Seringkali, kewajiban menafkahi anak yatim hanya jatuh pada anak ibu saja, sementara keluarga ayahnya lepas tangan.
5. Menjaga Nama Baik Suami
Kewajiban istri terhadap suami yang telah meninggal selanjutnya adalah menjaga nama baik suami tersebut terlepas dari bagaimanapun perilakunya semasa hidup. Meskipun sudah meninggal, namun tidak sepatutnya seorang istri menodai marwah suami, misalnya dengan berperilaku di luar kebiasaan, menjelekkan nama suami tersebut atau keluarganya di depan umum dan lain sebagainya.
Bahkan sebaliknya, istri didorong untuk melakukan kebaikan atas nama suami. Misalnya dengan bersedekah atas nama suami atau menolong orang lain atas nama suami. Sebab dengan bersikap baik atas nama suami seperti ini, tidak hanya istri yang akan mendapatkan ganjaran, tetapi suami juga akan mendapatkannya di akhirat.
Lalu bagaimana jika suami meninggal dalam keadaan memiliki utang? Apakah istri wajib membayarnya? Menurut K.H Yahya Zainul Maarif tidak ada kewajiban bagi seorang istri yang ditinggal wafat suami untuk membayar utang suami tersebut. Begitu pula ketika istri meninggal dan meninggalkan utang.
Kewajiban pembayaran utang orang yang meninggal tetap menjadi kewajiban almarhum, sementara apabila istri mau membayar utang tersebut, hal ini lebih kepada atas dasar tanggung jawab, kasih sayang dan tolong menolong.
Namun, apabila almarhum meninggalkan harta waris, sudah seharusnya harta waris tersebut digunakan untuk membayar utang-utang almarhum sampai lunas sebelum dihitung dan dibagikan kepada ahli waris. Sebab, adanya utang harta benda di dunia dapat menjadi pemberat penghitungan amal baik di akhirat nanti.
Hal ini tentu ada pengecualian jika suami tersebut mengajukan perjanjian utang piutang dan dalam surat utang piutang tersebut secara jelas disebutkan utang terkait akan menjadi beban ahli waris apabila dia meninggal dan Anda atau perwakilan ahli waris lainnya setuju atas perjanjian tersebut.